PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER


PRAKTIK PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER

DI DUNIA ISLAM

Dian Fauzi & Cecep Firmansyah
Pendidikan merupakan human investment yang sangat strategis untuk mencetak generasi di masa mendatang. Format pendidikan yang lebih baik sudah barang tentu menjadi keharusan di era globalisasi seperti saat ini. Masyarakat dengan berpengetahuan tinggi sudah menjadi sebuah keniscayaan, tidak terkecuali pada masyarakat Islam. Dalam catatatan sejarah, peradaban Islam sebenarnya telah menunjukkan betapa pentingnya pendidikan yang komprehensif dan kondusif dalam rangka memajukan dan meninggikan martabat manusia. Namun selama beberapa abad terakhir, peradaban Islam seakan mengalami kemerosotan bahkan kemunduran akibat kurangnya pendidikan yang mencerdaskan. 
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan (tidak menyebut sistem) merupakan transformasi besar. Sebab masyarakat Arab pra-Islam pada dasarnya tidak mempunyai sistem pendidikan formal.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan umumnya bersifat informal. Dan ini pun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyah, penyebaran, penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat tertentu, yang paling terkenal adalah Dar al-Arqam. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Proses pendidikan pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqah (lingkaran belajar).
Begitu pula dengan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, sebenarnya telah berlangsung sejak sekian lama dari zaman pra-kemerdekaan sampai sekarang. Oleh sebab itulah dalam perkembangan penataan kebijakan dan pemberdayaan pendidikan Islam mesti tetap memperhatikan dua aspek strategis. Yakni, pertama, aspek kontinuitas tujuan, substansi dan jati diri pendidikan Islam. Kedua, aspek inovasi dan transformasi yang memungkinkan pendidikan Islam memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam sistem pendidikan secara umum di Indonesia.
Dalam rangka memahami posisi pendidikan Islam di tengah-tengah semangat reformasi pendidikan nasional, tentunya perlu untuk melihat makna dan peran pendidikan Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu pula guna mencari paradigma baru pendidikan Islam seyogyanya diawali dari eksistensi pendidikan Islam dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik pada masa lalu, masa kini dan hingga masa mendatang. Karena itu, dalam menggali nilai-nilai luhur yang ada pada pendidikan Islam harus dengan jujur dan tepat dalam menentukan posisi, fungsi dan peran pendidikan Islam dalam masyarakat Indonesia saat ini.
Di tengah masyarakat Islam Indonesia yang kian mengikuti kemajuan dalam berbagai bidang,  di situlah peran pendidikan Islam akan sangat dibutuhkan. Kemajuan dalam bidang informasi akan sangat berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Masa depan yang demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan baik dari segi kelembagaan, materi pendidikan, guru, metode, sarana prasarana dan sebagainya. Umat manusia mau tidak mau harus menghadapinya, dan pada gilirannya hal itu akan menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.
Berkenaan dengan hal ini, walaupun pendidikan Islam sebagai suatu disiplin ilmu telah diakui menjadi salah satu bidang studi dan telah menarik minat kalangan pembelajar untuk mengkajinya lebih serius, tetapi sebagai sebuah bidang studi yang masih baru tampaknya disiplin ilmu ini belumlah pesat perkembangannya dibandingkan dengan sejumlah bidang studi Islam lainnya. Walaupun begitu, potret pendidikan Islam sesungguhnya bisa dipaparkan dalam berbagai perspektif, misalnya dari perspektif pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam kontemporer khususnya di Indonesia.
Mengingat luasnya bidang kajian yang dicakup oleh pendidikan Islam, maka tulisan ini lebih memfokuskan pembahasan pada bagaimana sesungguhnya praktik pendidikan Islam kontemporer yang secara faktual terjadi saat ini dalam dunia Islam khususnya di Indonesia.
A.    Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kegiatan utama dan esensial seorang manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa mengetahui ciptaan-ciptaan Allah. Pendidikan juga menyentuh kesadaran manusia untuk mengenal Tuhan secara mendalam, begitu juga dengan dirinya. Sehingga pendidikan yang baik akan menghasilkan output-output yang diharapkan. Yaitu pemanfaatan intelektualitasnya bagi semua orang, di segala segi kehidupannya. Saat ini dibutuhkan sebuah konsep pendidikan Islam yang mandiri dan seragam dan tidak selalu mengiblat ke Barat. Karena konsep pendidikan Barat yang cenderung materialisme akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan manusia tanpa keseimbangan aspek lahiriyah dan batiniyah.
Profesor Mujamil Qomar (Djaswidi, 2017: 41) mengatakan bahwa epistemologi pendidikan Islam meliputi:
Pembahasan yang berkaitan dengan seluk beluk pendidikan Islam mulai dari hakikat pendidikan Islam, asal usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode membangun pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sarana pendidikan Islam, macam-macam pendidikan Islam dan sebagainya. Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai membangun ilmu pendidikan Islam, daripada komponen-komponen lainnya, karena komponen metode tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konseptual maupun aplikatif.
Yusuf Al-Qardhawi (Azyumardi, 2002: 5) memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seluruhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Allah swt. kepada Muhammad saw. Melalui proses mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah di bumi, yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bashori & Abdul (2009: 9) mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an dan As-sunah.
Menurut Mohammad Hamid an- Nasyir dan Kulah Abd Al- Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah)  pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, kehidupan sosial dan keagamaan yang diharapkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.
Dari semua pengertian tersebut, nampak penekanan pendidikan Islam pada “bimbingan” bukan “pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru. Dengan bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, maka anak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas untuk mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Jika dikaji lebih jauh, di balik semua pengertian pendidikan Islam tersebut, terkandung pandangan-pandangan dasar Islam berkenaan dengan manusia dan signifikansi ilmu pengetahuan. Manusia, menurut Islam, adalah makhluk Allah yang paling mulia dan unik. Ia terdiri dari jiwa dan raga yang masing-masingnya mempunyai kebutuhan tersendiri. Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk rasional, sekaligus pula mempunyai hawa nafsu kebinatangan. Ia mempunyai organ-organ kognitif semacam hati (qalb), intelek (aql) dan kemampuan-kemampuan fisik, pandangan kerohanian, pengalaman dan kesadaran. Dengan berbagai potensi semacam itu, manusia dapat menyempurnakan kemanusiaannya sehingga menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dapat pula menjadi makhluk yang paling hina karena dibawa kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu dan kebodohannya.




B.     Pendidikan Islam Kontemporer
1.        Pengertian
Pendidikan Islam kontemporer adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam pada masa sekarang.
Pendidikan Islam kontemporer adalah sebuah sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islami bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan hasil ijtihad pakar pendidikan Islam yang berorientasi kekinian selaras dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat modern.

2.        Dasar dan Tujuan
 Diantara dasar pendidikan Islam kotemporer adalah:
a.      Al-Qur’an terutama yang menyangkut ayat-ayat  tarbawy
b.     Sunah Rasulullah SAW terutama hadits-hadis Tarbawy
c.      Hasil ijtihad para ulama/pakar pendidikan Islam yang meliputi:
§  Dasar filosofis yaitu filsafat Islam dan filsafat pendidikan Islam.
§  Dasar psikologis terutama psikologi pendidikan dan perkembangan.
§  Dasar sosiologis yaitu tentang struktur masyarakat Islam.
§  Dasar teoritis yaitu konsep, prinsip, teori, dan teknik pendidikan menurut hasil pemikiran pakar pendidikan Islam.
Sedangkan tujuan pendidikan Islam kontemporer harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Adapun tujuan pendidikan Islam kontemporer yang lainnya yaitu:
1.          Tujuan ideal yaitu untuk mencapai mardhatillah (ridha Allah SWT)
2.          Tujuan akhir yaitu untuk mencapai kebahagiaan akhirat dan terbebas dari api neraka.
3.          Tujuan sementara:
§    Sebagai seorang muslim muttaqin paripurna yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia cerdas dan berketerampilan, berkepribadian, berkebangsaan serta bertanggung jawab dalam pembangunan dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya.
§    Dapat membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
§    Dapat membentuk masyarakat yang marhamah dan dapat membentuk negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
§    Dapat menjadikan manusia yang paripurna yaitu:
a.           Manusia sebagai makhluk individu yang potensial yang mampu berbuat berbagai kebajikan memiliki hak dan kewajiban, mengembangkan diri, dapat menentukan pilihan, pikiran dan tindakan serta mengembangkan hak-hak asasi manusia yang lainnya.
b.          Manusia sebagai makhluk sosial yang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan manusia yang bermasyarakat
c.           Manusia sebagai makhluk monodualisme (jasmani dan rohani) yang mampu mengembangkan akal, mengendalikan hawa nafsu dan memfungsikan qolbunya.
d.          Manusia sebagai makhluk ilmiah yang potensial yang mampu menguasai dan mengembangkan nama, makna dan konsep dirinya.
e.           Sebagai khalifah di muka bumi yang berpotensi untuk menguasai serta memiliki keterampilan untuk kepengurusan dunia serta memakmurkannya.

3.        Sistem Nilai Pendidikan Islam Kontemporer
Diantara sistem nilai yang mendasari pendidikan Islam kontemporer adalah:
a.       Nilai Physical Values yaitu nilai-nilai yang bersifat fisik/jasmaniah yang perlu menjadi standarisasi pertumbuhan fisik sesuai dengan pertumbuhan jasmaniah manusia dari masa konsepsi, masa orok, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.
b.      Nilai etikal yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan moral budi pekerti atau akhlak al-karimah sebagai dasar-dasar berperilaku secara standar normatif Islam baik kepada dirinya, kepada orang lain, terhadap alam dan terhadap Sang Kholiq (pencipta).
c.       Nilai logikal ialah kemampuan daya nalar yang harus dikuasai oleh seorang manusia dari mulai mumayyiz baligh sampai dewasa yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan oral, kecerdasan kultural dan kecerdasan berpolitik.
d.      Nilai estetikal yaitu nilai yang berhubungan dengan mengapresiasikan keindahan baik dalam pemeliharaan lingkungan, kebersihan, keindahan, sampai mengekspresikan nilai-nilai seni budaya yang Islami sampai menciptakan seni untuk Tuhan (arts for God).
e.       Teleologikal instrumental yaitu nilai asas manfaat yang merupakan suatu kemampuan dalam memanfaatkan segala fasilitas hidup dan kehidupan, baik langsung maupun tidak langsung, baik sederhana maupun yang kompleks sehingga dapat menjadikan kehidupannya lebih sejahtera dan bermakna.
f.       Teologikal Values yaitu nilai yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan artinya perkembangan kehidupan beragama dari mulai mengenal agama secara verbalistis, kepada tingkatan kritis sampai kesadaran baragama dengan penuh tanggung jawab dalam kerangka menjunjung tinggi agama Allah (Islam) sesuai dengan peran dan fungsi dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4.      Kerangka Manajemen Sistem Pendidikan Islam Kontemporer

a.       Visi
Dalam kurun waktu tertentu mampu menciptakan sistem pendidikan Islam yang unggul dan paripurna dalam segala aspek hidup dan kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Misi
§  Menyelenggarakan sistem pendidikan Islam yang up to date.
§  Membangun lembaga pendidikan yang representatif  Islami.
§  Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, berketerampilan, berwawasan daerah regional, nasional dan internasional yang berkepribadian muslim muttaqien paripurna.
§  Menghasilkan out come yang siap pakai, memiliki daya saing hebat, berwawasan luas dan berkepribadian muslim mu’taqid paripurna.
c.       Strategi
Menciptakan sistem pendidikan Islam kontemporer yang mampu menjawab segala tantangan dan mengantisipasi segala dampak negatif dari era globalisasi dan akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
5. Jenis-jenis Pendidikan Islam Kontemporer
a.      Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia , khusunya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokkan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di Pondok Pesantren.
Jika mencari lembaga pendidikan yang asli Indonesia  dan berakar kuat dalam masyarakat, tentu akan menempatkan pesantren di tangga teratas. Namun, ironisnya
lembaga yang dianggap merakyat ini ternyata masih menyisakan berbagai masalah dan diragukan kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan arus modernisasi. Untuk mengubah image yang agak miring ini tentunya memerlukan proses yang panjang dan usaha tidak begitu mudah.
Pada taraf ini, pesantren berhadap-hadapan dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Ketika pesantren tidak mau beranjak ke modernitas, dan hanya berkutat dan mempertahankan otentisitas tradisi pengajarannya yang khas tradisional, dengan pengajaran yang melulu bermuatan Al-Qur’an dan Al-Hadis serta kitab-kitab klasiknya, tanpa adanya pembaharuan metodologis, maka selama itu pula pesantren harus siap ditinggalkan oleh masyarakat.
Pengajaran Islam tradisional dengan muatan-muatan yang telah disebutkan di muka, tentu saja harus lebih dikembangkan agar penguasaan materi keagamaan anak didik (baca: santri) dapat lebih maksimal, di samping juga perlu memasukkan materi-materi pengetahuan non-agama dalam proses pengajaran di pesantren.
Pondok pesantren yang ideal adalah pondok pesantren yang mampu mengantisipasi adanya pendapat yang mengatakan bahwa alumni pondok pesantren tidak berkualitas. Oleh sebab itu, sasaran utama yang diperbaharui adalah mental, yakni mental manusia dibangun hendaknya diganti dengan mental membangun.
Modernisasi pondok pesantren dipandang perlu untuk dilakukan, karena hal itu bertujuan untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Djaswidi (2005: 78) menyatakan bahwa akhir-akhir ini, pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern diantaranya mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Ahmad Tafsir (2012: 307) menyatakan bahwa dalam Islam ada tiga paradigma besar pengetahuan. Pertama, paradigma sain yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan akal dan indera. Kedua, paradigma rasional yaitu mencari pengetahuan pada objek-objek abstrak tetapi rasional. Ketiga, paradigma mistik  (supra rasional) yaitu cara memperoleh pengetahuan tentang objek-objek supra rasional. Dengan paradigma ketiga inilah tashawwuf bisa dipahami. Jika pesantren mampu mengambil ketiga paradigma itu, maka nilai-nilai lama yang positif akan bertahan di pesantren, sementara nilai baru akan terseleksi, pesantren tidak akan gugup menghadapi arus globalisasi. Bahkan paradigma kedua memberikan kemungkinan pada pesantren agar mampu tidak hanya sebagai filter budaya melainkan mampu menjadi perekayasa dan pengontrol budaya. Inilah yang disebut Ahmad Tafsir sebagai pesantren ideal masa depan.

b.      Sekolah Islam Terpadu
Seperti diketahui khalayak umum, sekolah Islam Terpadu (IT) berbasis pada keterpaduan antara ilmu sains dan Islam. Dalam kurikulum dicantumkan Tahfizul Qur’an atau mata pelajaran menghafal Al Qur’an serta sisipan muatan spiritual dalam mata pelajaran umum.
Pendidikan tahfidzul Qur’an tradisional masih diselenggarakan oleh TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an). Namun seiring dengan makin tersibukannya siswa siswi SD, SMP, dan SMA membuat mereka tak lagi sempat dan mau pergi ke TPA. Sedangkan untuk menghafal Al Qur’an secara menyeluruh dan khusus harus dilakukan di podok pesantren yang belum mengakomodir kebutuhan mereka memperdalam ilmu sains secara bersamaan. Sedangkan  keluarga penghafal Al-Qur’an di Indonesia  bisa dihitung dengan jari.
Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya sekolah berbasis IT maka semakin banyaklah penghafal Al Qur’an (belum taraf seluruhnya, hanya sebagian juz saja). Walaupun begitu sekolah IT mampu mengembalikan budaya menghafal Al Qur’an di tengah masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan dan menghargai pendidikan akademis. Sayangnya kebanyakan siswa sekolah IT tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di sekolah yang sama, ada yang memilih sekolah negeri karena dipandang lebih memiliki prospek ke depan. Siswa yang meninggalkan bangku sekolah IT memiliki kesulitan dalam memelihara hafalannya karena budaya menghafal Al- Qur’an tidak di bawa ke rumah mereka masing-masing. Maka tak heran banyak siswa lulusan IT yang menurun jumlah hafalannya padahal pernah menguasai 5 juz lancar diluar kepala.
Terlepas dari hal itu kita harus mengakui pentingnya sekolah IT dalam membumikan Al-Qur’an di Indonesia . Perannya sebagai lembaga sekolah formal yang diakui pemerintah dalam hal mutu juga patut menjadi pelajaran bagi sekolah sekolah Islam pada umumnya. Dalam menghadapi era globalisasi, tentu kebutuhan akan ilmuwan yang tak hanya pandai dalam hal akademis tapi juga dalam akhlak dan spiritualitasnya menjadi kebutuhan yang pokok. Karena teknologi yang berkembang sedemikian pesatnya takkan mampu mengubah peradaban manusia menjadi lebih baik tanpa individu-individu yang memiliki keterpaduan pengetahuan sains dan Islam.
c.       Madrasah
Madrasah adalah tempat pendidikan yang memberikan pedidikan dan pengajaran yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Yang temasuk ke dalam kategori madrasah ini adalah Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Muallimat serta Madrasah Diniyyah.
Madrasah tidak lain adalah kata Arab untuk sekolah, artinya tempat belajar. Istilah madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum, namun di Indonesia  ditujukan untuk sekolah-sekolah Islam yang mata pelajaran utamanya adalah mata pelajaran agama Islam. Lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan sistem di dunia pesantren yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pokok dari suatu pesantren. Sedangkan pada sistem madrasah, tidak harus ada pondok, masjid dan pengajian kitab-kitab Islam klasik. Unsur-unsur yang diutamakan di madrasah adalah pimpinan, guru, siswa, perangkat keras, perangkat lunak, dan pengajaran mata pelajaran Islam.
Bertitik tolak dari prinsip madrasah ini, maka pendidikan dan pengajarannya diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang pancasilais yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan penuh tenggang rasa, dapat menyuburkan sikap demokrasi, dan dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945.
Adapun beberapa ciri dari madrasah diantaranya adalah:
1)      Lembaga pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan sekolah.
2)      Mata pelajaran agama Islam di madrasah dijadikan mata pelajaran pokok, di samping diberikan mata pelajaran umum.
5.      Tantangan Pendidikan Islam Kontemporer
Sistem pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan yang mendasar, untuk itu diberlakukan upaya pembaharuan yang tanpa henti. Tantangan yang mendasar itu antara lain:
1.    Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi center of excellence bagi perkembangan iptek yang tidak bebas nilai, yakni mengembangan iptek dengan sumber ajaran Qur’an dan sunah.
2.    Mampukah sistem pendidikan Islam Indonesia menjadi pusat pembaharuan pemikiran Islam yang benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib diikuti.
3.    Mampukah ahli-ahli pendidikan Islam menumbuhkan kepribadian yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Tuhan lengkap dengan kemampuan bernalar-ilmiah yang tidak mengenal batas akhir.
6. Prospek dan Peran Pendidikan Islam Kontemporer
Globalisasi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik aspek ekonomi, politik, budaya, sosial, bahkan pendidikan. Dalam hal ini globalisasi telah mengubah kehidupan sehari-hari terutama dirasakan sekali di Negara-negara berkembang terutama di Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia. Ketergantungan dalam aspek ekonomi, politik dan budaya barat menjadi fenomena baru bagi generasi muda Islam . Model dan cara berpakaian yang tidak Islami, jenis makanan yang dinikmati, sudah jauh dari menu dan kekhasan lokal, pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak mengenal tata krama dan nilai-nilai keislaman sudah terlihat dimana-mana. Semua ini merupakan sebagian dari pengaruh negatif globalisasi.
Begitu juga dalam aspek pendidikan, globalisasi telah berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan, baik terhadap tujuan, proses hubungan peserta didik dan pendidik, etika, metode maupun yang lainnya. Dalam hal tujuan misalnya, tujuan pendidikan terdapat kecenderungan yang mengarah pada materialisme, sehingga hal yang pertama yang mungkin ditanyakan oleh orang tua siswa atau siswa adalah lembaga pendidikan tempat ia belajar dapat menjamin masa depan kehidupannya. Demikian juga dengan kurikulumnya, lebih mengarah pada bagimana hal-hal yang materialistik itu dapat dicapai. Dalam hal ini belajar lebih terpokus pada aspek penguasaan ilmu (cognitife) belaka ketimbang bagaimana seorang siswa memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dalam masalah pergaulan antara sesama siswa misalnya, sering dilihat atau didengarkan dari media cetak maupun elekronik maupun media-media yang lainnya menunjukkan kondisi yang kurang baik bahkan tidak etis untuk dilakukan sebagai akibat dari pengaruh dunia barat yang mengumbar pergaulan bebas, hal tersebut bukan saja terjadi di kota-kota akan tetapi sudah merambah ke berbagai pelosok di negeri ini. Seperti pergaulan guru dan murid, sering didengar informasi hubungan bebas guru dan murid, jual beli nilai, dan tak jarang ditemukan hubungan yang tidak harmonis guru dengan murid karena moral dari murid itu sendiri yang kurang menghargai seorang guru yang seharusnya dihormati. Dan masih banyak masalah-masalah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Maka dalam menghadapi dampak yang dimunculkan oleh globalisasi diatas, pendidikan Islam memiliki peran penting dan strategis. Karena bagimanapun terutama pendidikan Islam merupakan sarana yang paling efektif dalam menghadapi globlisasi dunia. Melalui pendidikan Islam dapat ditanamkan nilai-nilai dan moral kepada peserta didik.
Untuk mengetahui dimana posisi lembaga pendidikan Islam dalam era globalisasi ini, maka terlebih dahulu dipetakan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan lembaga pendidikan Islam. Dengan mengetahui peluang dan tantangannya, maka pendidikan Islam dapat memposisikan diri secara tepat dalam pergaulan sosio-kultural.
Umat muslim dengan komunitas besar yang ada di bumi ini, tentunya merupakan sebuah potensi yang sangat besar bila hal ini mampu digarap dengan baik, dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Lebih dari itu, jika dilihat, sebagian besar negara muslim merupakan negara yang memiliki potensi alam yang sangat kaya. Sehingga dua potensi, yaitu SDM dan SDA, jika mampu dipadukan secra simultan, maka akan menjadi sebuah kekuatan besar di dunia ini.
Semakin terbukanya cakrawala pemikiran diantara sebagian intelektual muslim, salah satunya ditandai dengan semakin banyaknya pelajar/sarjana muslim yang belajar ke Barat. Hal ini merupakan angin segar bagi upaya menemukan kejayaan masa lalu yang hilang. Satu hal lagi yang perlu disorot adalah gerakan negara-negara Islam (OKI) jika mereka mampu mengoptimalisasikan perannya, khususnya pencerahan dalam bidang pendidikan, maka akan memberikan kontribusi dan dampak yang signifikan bagi masyarakat Islam dunia.






















DAFTAR PUSTAKA

Al Hamdani, Djaswidi (2005). Pengembangan Kepemimpinan Trasformasional Pada Lembaga Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa Aulia.
Al-Hamdani, Djaswidi (2017). Konsep Dasar Pendidikan Bernuansa Islam. Bandung: Media Cendekia.
Azra, Azyumardi (2002). Pendidikan Islam, Tradisi Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Baharudin (2011). Pendidikan Islam dan Isu-isu Sosial. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta
http://caturhadiprasetyo.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-pendidikan-pendidikan-islam-kontemporer/ di akses pada hari Jumat 25/05/2018 pukul 05.00
Muchsim, Bashori & Wahid, Abdul (2009). Pendidikan Islam Kontemporer. Bandung: PT Refika Aditama.
Mukhtar, Maksum (2001). Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Munir, Abdul (2008). Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: LeKDiS Nusantara.
Nata, Abuddin (2001). Paradigma Pendidikan Islam, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Roqib, Moh (2009). Ilmu Pendidikan Islam mengutip dari Mohammad Hamid An-Nasyir dan Kulah Abd Al-Qadir Darwis. Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang.
Tafisr, Ahmad (2012). Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

KAJIAN BALAGHAH: JINAS

المشاكلة في البلاغة