Para Pejuang Wanita dari Tanah Aceh

Perempuan millenium Indonesia masih berjuang menegakkan kesamaan haknya  yang terinspirasi oleh “gerutuan” Raden Ayu Kartini. Namun, 7 abad lalu  perempuan Aceh telah menikmati hak-haknya sebagai manusia yang setara  tanpa perdebatan. Barangkali selama ini yang kita kenal pahlawan  perempuan dari Aceh mugkin hanya Cut Nyak Dien saja. Hal ini dapat  dipahami karena perjuangan heroiknya melawan Belanda sudah difilmkan,  dimana pemeran sebagai Cut Nyak Dhien adalah artis legendaris Christine  Hakim.

Akan tetapi sebenarnya Cut Nyak Dhien hanyalah satu dari  sekian banyak perempuan Aceh yang memiliki kehebatan yang luar biasa di  Aceh. Dan itu sudah ada jauh sebelum isu emansipasi dikembangkan. Sebab  peran mereka melebihi peran para laki-laki pada saat itu.
Di  Matangkuli, Kecamatan Minye Tujoh, Kabupaten Aceh Utara, terdapat sebuah  makam kuno yang pada nisannya bertuliskan Arab dan Jawa Kuno.  Dituliskan di nisan itu, orang yang dimakamkan adalah Ratu Ilah Nur yang  meninggal tahun 1365. Siapa Ilah Nur? Ratu Ilah Nur adalah seorang Ratu  yang memerintah Kerajaan Pasai. Keterangan itu juga dapat diperoleh di  kitab Negara Kartagama tulisan Prapanca. Disebutkan, Samudera Pasai  merupakan daerah yang ditaklukkan oleh Hayam Wuruk, dengan Patihnya  Gajah Mada. Buku Hikayat Raja Raja Pasai juga menyebutkan tentang  kekuasaan Majapahit terhadap Pasai. Setelah segala sesuatunya diatur di  Pasai, laskar Majapahit kembali ke Jawa. Namun, sebelum kembali,  pembesar-pembesar Majapahit mengangkat seorang Raja, yaitu Ratu Nur  Ilah. Ratu Nur Ilah merupakan keturunan Sultan Malikuzzahir. Tidak  banyak keterangan yang didapatkan oleh peneliti tentang masa  pemerintahan Ratu Ilah Nur ini.

Perempuan Aceh memang luar biasa.  Mereka mampu mensejajarkan diri dengan kaum pria. Bahkan, pekerjaan  peperangan pun, yang biasanya seluruhnya dilakukan oleh kaum pria,  diterjuninya pula. Mereka menjadi panglima, memimpin ribuan laskar di  hutan dan di gunung-gunung. Bahkan ada laskar wanita yang disebut Inong  Bale. Mereka ini para janda syuhada yang menuntut kematian suaminya.  Para perempuan Aceh berani meminta cerai dari suaminya bila suaminya  berpaling muka kepada Belanda. Kaum pria Aceh pun bersikap sportif.  Mereka dengan lapang hati memberikan sebuah jabatan tertinggi dan rela  pula menjadi anak buahnya. Diantaranya mereka yang amat dikenal bahkan  melegenda, seperti Cut Nyak Dhien, Laksamana Kumalahayati, dan  sebagainya.

Beberapa periode, Kerajaan Aceh Besar yang berdaulat,  pernah dipimpin oleh perempuan. Selain Ratu Nur diatas, ada Sultanah  Safiatuddin Syah, Ratu Inayat Zakiatuddin Syah, Sultanah Nurul Alam  Naqiatuddin Syah dan Ratu Nahrasiyah. Sementara yang terjun ke medan  pertempuran, ada Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pocut  Baren dan Pocut Meurah Intan. Ada pula yang menjadi uleebalang (penguasa  lokal). Diantara panglima-panglima tersebut, yang banyak disebut-sebut  oleh pendatang Barat adalah Laksamana Malahayati. Mereka ini oleh  peneliti dan ilmuwan barat disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri  Raja Babilonia dan Katherina II Kaisar Rusia.                        

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

المشاكلة في البلاغة

Shalawat Istri Nu Bakti