KAJIAN BALAGHAH: JINAS
Hilman Fitri
A. KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Manusia sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa wajib bersyukur atas segala karunia-Nya. Tanpa kehendak-Nya segala yang di dunia ini tidak akan ada yang terjadi begitu saja, begitu juga dengan terselesaikannya makalah ini. Maka dari itu penulis memanjatkan puji syukur kehadirat-Nya. Makalah Ilmu Badi’ Muhassinati Lafzhi Jinas. disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Balaghah 2.
Makalah ini membahas pengkajian mengenai pengertian ilmu badi beserta pembagiannya, ilmu badi muhassinati lafdzi berserta pembagiannya dan jinas beserta pembagian dan contohnya.
Dalam penyelesaian makalah ini penyusun tidak dapat mengerjakan tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Maka dari itu penyusun menyampaikan terima kasih kepada Dr. Yayan Nurbayan, M.Pd selaku dosen mata kuliah Balaghah 2. Selain itu juga penyusun ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah meminjamkan kitab-kitab referensi sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Penyusun berpandangan bahwa makalah ini dalam konteks dialektis berada antara tahu dan tidak tahu, antara perbaikan kulitas internal penyusun dan kualitas eksternal, dan antara pengetahuan dan pengalaman. Walaupun begitu, sebenarnya makalah ini lebih banyak memaparkan berbagai keterbatasan dan kekurangan penyusunnya. Kekurangan ini tentu saja perlu diperbaiki, dilengkapi, dan terus ditingkatkan mutunya. Memang, itulah kelemahan yang senantiasa terjadi dalam sebuah tulisan. Dalam sebuah puisi Ali Muhammad Hasan (Syihabuddin, 2011: vi) dikatakan sebagai berikut:
jika bagian ini diubah, tentu lebih indah
jika bagian itu ditambah, tentu lebih jelas
jika yang ini didahulukan, niscaya lebih menawan
jika yang itu dihilangkan, niscaya lebih rupawan
Oleh karena itu, dengan terbuka dan senang hati penyusun terima kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini ke depannya. Demikianlah, semoga bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Manusia sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa wajib bersyukur atas segala karunia-Nya. Tanpa kehendak-Nya segala yang di dunia ini tidak akan ada yang terjadi begitu saja, begitu juga dengan terselesaikannya makalah ini. Maka dari itu penulis memanjatkan puji syukur kehadirat-Nya. Makalah Ilmu Badi’ Muhassinati Lafzhi Jinas. disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Balaghah 2.
Makalah ini membahas pengkajian mengenai pengertian ilmu badi beserta pembagiannya, ilmu badi muhassinati lafdzi berserta pembagiannya dan jinas beserta pembagian dan contohnya.
Dalam penyelesaian makalah ini penyusun tidak dapat mengerjakan tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Maka dari itu penyusun menyampaikan terima kasih kepada Dr. Yayan Nurbayan, M.Pd selaku dosen mata kuliah Balaghah 2. Selain itu juga penyusun ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah meminjamkan kitab-kitab referensi sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Penyusun berpandangan bahwa makalah ini dalam konteks dialektis berada antara tahu dan tidak tahu, antara perbaikan kulitas internal penyusun dan kualitas eksternal, dan antara pengetahuan dan pengalaman. Walaupun begitu, sebenarnya makalah ini lebih banyak memaparkan berbagai keterbatasan dan kekurangan penyusunnya. Kekurangan ini tentu saja perlu diperbaiki, dilengkapi, dan terus ditingkatkan mutunya. Memang, itulah kelemahan yang senantiasa terjadi dalam sebuah tulisan. Dalam sebuah puisi Ali Muhammad Hasan (Syihabuddin, 2011: vi) dikatakan sebagai berikut:
jika bagian ini diubah, tentu lebih indah
jika bagian itu ditambah, tentu lebih jelas
jika yang ini didahulukan, niscaya lebih menawan
jika yang itu dihilangkan, niscaya lebih rupawan
Oleh karena itu, dengan terbuka dan senang hati penyusun terima kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini ke depannya. Demikianlah, semoga bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
B. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab yang sangat pesat tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan peranan al Qur`an bagi kehidupan manusia lebih khusus umat muslim. Seiring dengan penurunan al Qur`an oleh Allah SWT melalui Jibril al-Qudus untuk kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw. Dalam bahasa Arab, kajian tentang ilmu-ilmu bahasa Arab pun berkembang pesat.
Bahasa itu tersendiri secara ringkas dapat didefinisikan sebagai lafadz yang digunakan oleh suatu kaum atau daerah, untuk mengutarakan maksud atau tujuan mereka (Ghailayaini, 2008: 7). Bersandar dari pengertian tersebut, maka bahasa merupakan suatu hal penting dalam peradaban dan kebudayaan hasil budi dan karsa hidup manusia.
Bahasa sendiri memilki unsur-unsur atau ketepatan aturan dalam penyampaiannya atau yang sering dikenal dengan 'Anaashiru Allughah. Dan tidak hanya itu ada pula yang disebut dengan keterampilan berbahasa yakni mendengar, menulis, membaca, dan berbicara.
Selain itu juga bahasa pun memiliki gaya bahasa, dan hal ini dimilki pula oleh masing-masing daerah. Bahasa Arab khususnya memilki gaya bahasa yang dibahas dalam Balaghoh, dengan memahami kaidah-kaidah di dalamnya, maka dapat memudahkan dalam memahami Alquran, hadis, syair-syair, prosa-prosa maupun karya sastra Arab lainnya.
Telah diketahui bahwasanya setiap muslim sudah mengetahui bahwa al Qur`an merupakan kitab samawi yang menjadi pegangan umat muslim yang hingga hari ini masih terjaga originalitas dan otentisitasnya dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Al Qur`an merupakan inspirator utama bagi para ahli bahasa Arab untuk mengonsepsi berbagai macam pengetahuan yang digunakan untuk menjaga keaslian al Qur`an, menemukan berbagai ilmu baru, menjadi alat bantu untuk memahami al Qur`an, dan menemukan sisi-sisi keindahannya.
Terkait dengan pembelajaran al Qur`an, hadits, serta hasil karya bangsa Arab berupa syair-syair, prosa, cerpen, novel dan yang lainnya, terlebih dahulu harus menguasai beberapa ilmu yang dapat menopang pemahaman kita akan suatu teks yang bernilai sastra. Tiga ilmu yang biasanya pertama kali di dalami oleh pengkaji al Qur`an maupun teks hasil karya sastra adalah ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, dan Ilmu Balaghah. Menurut para pakar bahasa Arab, saat mereka hendak menafsirkan sebuah ayat atau menetapkan makna dari satu kata yang sulit dipahami, mereka akan mendalalminya dari sisi gaya bahasa (uslub). Salah satu tafsir yang kajiannya banyak menggunakan pemaknaan secara bahasa adalah Tafsir al- Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari.
Ilmu balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan serta kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam uslub (ungkapan) dalam bahasa arab. Di dalamnya dikaji mengenai maknanya, susunannya, efektivitasnya terhadap jiwa, serta keindahan dan kejelian pemilihan kata yang sesuai dengan tuntutan.
Ilmu badi’ merupakan salah satu cabang dari ilmu balaghah. “Ilmu ini membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, baik pada aspek lafadz maupun pada aspek makna” (Mamat dan Yayan, 2006: 14). Jarim dan Musthafa (2006: 377) mengatakan bahwa “Ilmu ini mempunyai dua objek pembahasan utama yaitu keindahan-keindahan lafadz (muhassinati lafdziyyah) dan keindahan-keindahan makna (muhassinati ma’nawiyyah).”
Penyusun disini hanya akan membahas ilmu balaghah ini dari segi ilmu badi’ saja khususnya bagian ilmu badi’ muhassinati lafzhi pada pembahasan tentang Jinas berikut contoh-contohnya.
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu Badi’
Ilmu badi’ merupakan salah satu cabang dari ilmu balaghah. Ilmu ini membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, baik pada aspek lafazh maupun pada aspek makna. Ilmu ini mempunyai dua objek pembahasan utama yaitu keindahan-keindahan lafazh (muhassinati lafdziyyah) dan keindahan-keindahan makna (muhassinati ma’nawiyyah).
Al-Hasyimi (1994: 298) berpendapat bahwa secara bahasa البديع bermakna penemu sesuatu yang sama sekali baru (المخترع). Sedangkan secara istilah Badi’ bermakna suatu ilmu yang dengan ilmu itu diketahui segi keutamaan yang memberi nilai keindahan serta kecantikan pada suatu kalam, serta menghiasinya dengan keelokan dan keberkilauan setelah sesuainya kalam tersebut dengan tuntutan keadaan. Namun menurut al-Akhdari (tt: 22) secara bahasa badi’ bermakna asing, sedangkan secara istilah ialah ilmu untuk mengetahui cara memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan. Senada dengan al-Akhdari, Thamum (tt: 132) berpendapat bahwa ilmu badi’ ialah ilmu untuk mengetahui segi keindahan kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan, baik itu dari segi keindahan pada maknanya yang dinamakan dengan muhassinati ma’nawi ataupun dari segi keindahan lafazh yang dinamakan dengan muhassinati lafdzi. Namun secara singkat Mukhtar (2008: 172) mengartikan ilmu badi sebagai salah satu cabang dari ilmu balaghah yang dengan ilmu tersebut dapat diketahui segi-segi keindahan serta cara memperindah sebuah ungkapan.
Selanjutnya menurut Jarim dan Musthafa Amiin (2007: 281) ilmu badi’ ialah:
Satu bahasan dari beberapa bahasan dalam ilmu balaghah, ilmu ini tidak hanya membahas permasalahan ilmu bayan maupun permasalahan ilmu ma’ani akan tetapi ilmu ini hanya membahas tatacara memperindah kata maupun kalimat ataupun makna-makna yang terkandung di dalamnya dengan berbagai macam keindahan kalimat serta maknanya.
Sedangkan al-Jurjani (2012: 170) mendefinisikan ilmu badi’ dengan suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu kalam (perkataan), sesudah terpeliharanya pernyataan tersebut pada ketersesuaiannya dengan tuntutan keadaan, serta terjaganya penjelasan dalil (pernyataan) itu dari ta’qidul ma’nawi (kerancuan makna). Di sini al-Jurjani lebih menekankan bahwa tidak akan ada keindahan pada kalam (perkataan) kecuali setelah kalam itu sesuai dengan tuntutan keadaan serta terhindar dari adanya kerancuan makna.
Senada dengan yang diungkapkan oleh al-Jurjani, para ulama yang tergabung dalam kelompok Manaahij Jami’atul Madinah (tt: 295) mendefinisikan ilmu badi’ dengan ilmu untuk mengetahui segi keindahan kalam pada ungkapan yang dinisbatkan sebagiannya kepada sebagian yang lain tanpa adanya isnad dan ta’alluq disertai tanda-tanda sifat balaghah. Adapun maksud dari ungkapan “ungkapan yang dinisbatkan sebagiannya kepada sebagian yang lain” ialah untuk membedakan dengan ungkapan yang indah pada ilmu bayan. Sedangkan maksud dari “tanpa adanya isnad dan ta’alluq” ialah untuk membedakan dengan ungkapan indah yang terdapat pada ilmu ma’ani.
Sehingga makna ilmu badi’ ialah suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu perkataan baik itu dari segi lafazhnya maupun maknanya yang bersesuaian dengan tuntutan keadaan dan zaman. Adapun dari segi keindahan perkataan secara lafazh dinamakan muhassinati lafdzi sedang dari segi keindahan maknanya dinamakan muhassinati maknawi.
2. Ruang Lingkup Ilmu Badi’
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai pengetian ilmu badi, diketahui bahwasannya secara umum pembahasan ilmu badi terbagi dua bagian yaitu muhassinati lafdzi dan muhassinati maknawi. Pada tiap-tiap pembahasan tersebut terbagi-bagi lah ke dalam beberapa bagian. Al-Hasyimi (1994: 300-335) membagi pembahasan muhassinati maknawi ke dalam 36 bagian sedangkan muhassinati lafdzi ke dalam 15 bagian. Adapun pembagiannya ialah sebagai berikut:
Perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab yang sangat pesat tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan peranan al Qur`an bagi kehidupan manusia lebih khusus umat muslim. Seiring dengan penurunan al Qur`an oleh Allah SWT melalui Jibril al-Qudus untuk kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw. Dalam bahasa Arab, kajian tentang ilmu-ilmu bahasa Arab pun berkembang pesat.
Bahasa itu tersendiri secara ringkas dapat didefinisikan sebagai lafadz yang digunakan oleh suatu kaum atau daerah, untuk mengutarakan maksud atau tujuan mereka (Ghailayaini, 2008: 7). Bersandar dari pengertian tersebut, maka bahasa merupakan suatu hal penting dalam peradaban dan kebudayaan hasil budi dan karsa hidup manusia.
Bahasa sendiri memilki unsur-unsur atau ketepatan aturan dalam penyampaiannya atau yang sering dikenal dengan 'Anaashiru Allughah. Dan tidak hanya itu ada pula yang disebut dengan keterampilan berbahasa yakni mendengar, menulis, membaca, dan berbicara.
Selain itu juga bahasa pun memiliki gaya bahasa, dan hal ini dimilki pula oleh masing-masing daerah. Bahasa Arab khususnya memilki gaya bahasa yang dibahas dalam Balaghoh, dengan memahami kaidah-kaidah di dalamnya, maka dapat memudahkan dalam memahami Alquran, hadis, syair-syair, prosa-prosa maupun karya sastra Arab lainnya.
Telah diketahui bahwasanya setiap muslim sudah mengetahui bahwa al Qur`an merupakan kitab samawi yang menjadi pegangan umat muslim yang hingga hari ini masih terjaga originalitas dan otentisitasnya dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Al Qur`an merupakan inspirator utama bagi para ahli bahasa Arab untuk mengonsepsi berbagai macam pengetahuan yang digunakan untuk menjaga keaslian al Qur`an, menemukan berbagai ilmu baru, menjadi alat bantu untuk memahami al Qur`an, dan menemukan sisi-sisi keindahannya.
Terkait dengan pembelajaran al Qur`an, hadits, serta hasil karya bangsa Arab berupa syair-syair, prosa, cerpen, novel dan yang lainnya, terlebih dahulu harus menguasai beberapa ilmu yang dapat menopang pemahaman kita akan suatu teks yang bernilai sastra. Tiga ilmu yang biasanya pertama kali di dalami oleh pengkaji al Qur`an maupun teks hasil karya sastra adalah ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, dan Ilmu Balaghah. Menurut para pakar bahasa Arab, saat mereka hendak menafsirkan sebuah ayat atau menetapkan makna dari satu kata yang sulit dipahami, mereka akan mendalalminya dari sisi gaya bahasa (uslub). Salah satu tafsir yang kajiannya banyak menggunakan pemaknaan secara bahasa adalah Tafsir al- Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari.
Ilmu balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan serta kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam uslub (ungkapan) dalam bahasa arab. Di dalamnya dikaji mengenai maknanya, susunannya, efektivitasnya terhadap jiwa, serta keindahan dan kejelian pemilihan kata yang sesuai dengan tuntutan.
Ilmu badi’ merupakan salah satu cabang dari ilmu balaghah. “Ilmu ini membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, baik pada aspek lafadz maupun pada aspek makna” (Mamat dan Yayan, 2006: 14). Jarim dan Musthafa (2006: 377) mengatakan bahwa “Ilmu ini mempunyai dua objek pembahasan utama yaitu keindahan-keindahan lafadz (muhassinati lafdziyyah) dan keindahan-keindahan makna (muhassinati ma’nawiyyah).”
Penyusun disini hanya akan membahas ilmu balaghah ini dari segi ilmu badi’ saja khususnya bagian ilmu badi’ muhassinati lafzhi pada pembahasan tentang Jinas berikut contoh-contohnya.
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu Badi’
Ilmu badi’ merupakan salah satu cabang dari ilmu balaghah. Ilmu ini membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, baik pada aspek lafazh maupun pada aspek makna. Ilmu ini mempunyai dua objek pembahasan utama yaitu keindahan-keindahan lafazh (muhassinati lafdziyyah) dan keindahan-keindahan makna (muhassinati ma’nawiyyah).
Al-Hasyimi (1994: 298) berpendapat bahwa secara bahasa البديع bermakna penemu sesuatu yang sama sekali baru (المخترع). Sedangkan secara istilah Badi’ bermakna suatu ilmu yang dengan ilmu itu diketahui segi keutamaan yang memberi nilai keindahan serta kecantikan pada suatu kalam, serta menghiasinya dengan keelokan dan keberkilauan setelah sesuainya kalam tersebut dengan tuntutan keadaan. Namun menurut al-Akhdari (tt: 22) secara bahasa badi’ bermakna asing, sedangkan secara istilah ialah ilmu untuk mengetahui cara memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan. Senada dengan al-Akhdari, Thamum (tt: 132) berpendapat bahwa ilmu badi’ ialah ilmu untuk mengetahui segi keindahan kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan, baik itu dari segi keindahan pada maknanya yang dinamakan dengan muhassinati ma’nawi ataupun dari segi keindahan lafazh yang dinamakan dengan muhassinati lafdzi. Namun secara singkat Mukhtar (2008: 172) mengartikan ilmu badi sebagai salah satu cabang dari ilmu balaghah yang dengan ilmu tersebut dapat diketahui segi-segi keindahan serta cara memperindah sebuah ungkapan.
Selanjutnya menurut Jarim dan Musthafa Amiin (2007: 281) ilmu badi’ ialah:
Satu bahasan dari beberapa bahasan dalam ilmu balaghah, ilmu ini tidak hanya membahas permasalahan ilmu bayan maupun permasalahan ilmu ma’ani akan tetapi ilmu ini hanya membahas tatacara memperindah kata maupun kalimat ataupun makna-makna yang terkandung di dalamnya dengan berbagai macam keindahan kalimat serta maknanya.
Sedangkan al-Jurjani (2012: 170) mendefinisikan ilmu badi’ dengan suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu kalam (perkataan), sesudah terpeliharanya pernyataan tersebut pada ketersesuaiannya dengan tuntutan keadaan, serta terjaganya penjelasan dalil (pernyataan) itu dari ta’qidul ma’nawi (kerancuan makna). Di sini al-Jurjani lebih menekankan bahwa tidak akan ada keindahan pada kalam (perkataan) kecuali setelah kalam itu sesuai dengan tuntutan keadaan serta terhindar dari adanya kerancuan makna.
Senada dengan yang diungkapkan oleh al-Jurjani, para ulama yang tergabung dalam kelompok Manaahij Jami’atul Madinah (tt: 295) mendefinisikan ilmu badi’ dengan ilmu untuk mengetahui segi keindahan kalam pada ungkapan yang dinisbatkan sebagiannya kepada sebagian yang lain tanpa adanya isnad dan ta’alluq disertai tanda-tanda sifat balaghah. Adapun maksud dari ungkapan “ungkapan yang dinisbatkan sebagiannya kepada sebagian yang lain” ialah untuk membedakan dengan ungkapan yang indah pada ilmu bayan. Sedangkan maksud dari “tanpa adanya isnad dan ta’alluq” ialah untuk membedakan dengan ungkapan indah yang terdapat pada ilmu ma’ani.
Sehingga makna ilmu badi’ ialah suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu perkataan baik itu dari segi lafazhnya maupun maknanya yang bersesuaian dengan tuntutan keadaan dan zaman. Adapun dari segi keindahan perkataan secara lafazh dinamakan muhassinati lafdzi sedang dari segi keindahan maknanya dinamakan muhassinati maknawi.
2. Ruang Lingkup Ilmu Badi’
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai pengetian ilmu badi, diketahui bahwasannya secara umum pembahasan ilmu badi terbagi dua bagian yaitu muhassinati lafdzi dan muhassinati maknawi. Pada tiap-tiap pembahasan tersebut terbagi-bagi lah ke dalam beberapa bagian. Al-Hasyimi (1994: 300-335) membagi pembahasan muhassinati maknawi ke dalam 36 bagian sedangkan muhassinati lafdzi ke dalam 15 bagian. Adapun pembagiannya ialah sebagai berikut:
a. Muhassinati Maknawi
1) At-Tauriyah
2) Al-Istikhdâm
3) Al-Istithrâd
4) Al-Iftinân
5) Thibâq atau Muthabaqah
6) Muqâbalah
7) Murâ’atun Nazhir
8) Al-Irshâd
9) Al-Idmâj
10) Madzhabul Kalami
11) Husnut Ta’lîl
12) Tajrîd
13) Al-Musâkalah
14) Al-Muzâwajah
15) Ath-Thayyi wa Nasyr
16) Al-Jam’u
17) Ath-Tafrîq
18) Ath-Taqsîm
19) Al-Jam’u Ma’a Tafrîq
20) Al-Jam’u Ma’a Taqsîm
21) Mubâlaghah
22) Mughâyarah
23) Ta’kîdul Madhi bima Yusybihu Dzam
24) Ta’kîdul Dzam bima Yusybihu Madhi
25) Taujîh
26) Nafyus Syai biîjabihi
27) Al-Qaul bil Mûjab
28) I`tilaful Lafdzi ma’al Ma’na
29) Tafrî’
30) Al-Istitbâ’
31) Rujû’
32) Salab wal îjâb
33) Ibdâ’
34) Uslûbul Hakîm
35) Tasyâbhul Athrâf
36) Al- ‘Aksu
37) Tajâhul ‘ârif
b. Muhassinati Lafdzi
1) Jinâs
2) Tashhîf
3) Al-Izdawâj
4) Saja’
5) Al-Muwâzanah
6) At-Taushî’
7) At-Tasyrî’
8) Luzûm mâ lâ yalzimu
9) Radul ‘ajazi ‘ala Shadri
10) Mâ lâ yastahîlu bil in’akâs
11) Al-Muwârabah
12) I`tilâful lafdzi ma’a lafdzi
13) Tasmîth
14) Al-Insijâm atau as-Suhulah
15) Al-Iktifâa`
16) At-Tathrîz
Salah satu dari sekian banyak macam-macam ilmu badi’ tersebut, penyusun hanya akan membahas satu macam saja yaitu jinas yang termasuk pada ilmu badi’ muhassinati lafzhi.
1. Jinâs
Menurut al-Maraghi (tt: 354) secara bahasa lafazh jinâs dan tajnîs merupakan mashdar dari fi’il jânasa (جانس) yang berarti menyamakan atau membuat sejenis. Sedangkan secara istilah berarti terdapatnya dua kata yang serupa bentuk lafazhnya namun berbeda pada maknanya. Selanjutnya definisi serupa juga diungkapkan oleh Hasan Habanakah (1996: 485) bahwa jinas ialah adanya keserupaan dua lafazh pada pengucapannya namun berbeda pada maknanya. Secara umum jinas terbagi menjadi dua macam, yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Secara lebih luas Hasan Habanakah (1996: 485- 496) membagi jinas ini ke dalam enam macam yang diringkas oleh penyusunsebagai berikut:
a. Jinâs Tam
Ialah Jinâs yang dua lafazhnya sama pada empat perkara, yaitu jenis huruf, bentuk hurufnya (harakat dan sukun), jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Jinas tam ini terbagi menjadi lima macam yaitu mumaatsil, mustaufhaa, mutasyaabahah, mafruuq, dan marfuwwun. Salah satu contohnya ialah "جَنَى" bermakna melakukan pelanggaran hukum dan "جَنَى" bermakna memetik buah dari pohonnya. Contohnya ialah firman Allah SWT dalam Q.S Ruum ayat 85:
1) At-Tauriyah
2) Al-Istikhdâm
3) Al-Istithrâd
4) Al-Iftinân
5) Thibâq atau Muthabaqah
6) Muqâbalah
7) Murâ’atun Nazhir
8) Al-Irshâd
9) Al-Idmâj
10) Madzhabul Kalami
11) Husnut Ta’lîl
12) Tajrîd
13) Al-Musâkalah
14) Al-Muzâwajah
15) Ath-Thayyi wa Nasyr
16) Al-Jam’u
17) Ath-Tafrîq
18) Ath-Taqsîm
19) Al-Jam’u Ma’a Tafrîq
20) Al-Jam’u Ma’a Taqsîm
21) Mubâlaghah
22) Mughâyarah
23) Ta’kîdul Madhi bima Yusybihu Dzam
24) Ta’kîdul Dzam bima Yusybihu Madhi
25) Taujîh
26) Nafyus Syai biîjabihi
27) Al-Qaul bil Mûjab
28) I`tilaful Lafdzi ma’al Ma’na
29) Tafrî’
30) Al-Istitbâ’
31) Rujû’
32) Salab wal îjâb
33) Ibdâ’
34) Uslûbul Hakîm
35) Tasyâbhul Athrâf
36) Al- ‘Aksu
37) Tajâhul ‘ârif
b. Muhassinati Lafdzi
1) Jinâs
2) Tashhîf
3) Al-Izdawâj
4) Saja’
5) Al-Muwâzanah
6) At-Taushî’
7) At-Tasyrî’
8) Luzûm mâ lâ yalzimu
9) Radul ‘ajazi ‘ala Shadri
10) Mâ lâ yastahîlu bil in’akâs
11) Al-Muwârabah
12) I`tilâful lafdzi ma’a lafdzi
13) Tasmîth
14) Al-Insijâm atau as-Suhulah
15) Al-Iktifâa`
16) At-Tathrîz
Salah satu dari sekian banyak macam-macam ilmu badi’ tersebut, penyusun hanya akan membahas satu macam saja yaitu jinas yang termasuk pada ilmu badi’ muhassinati lafzhi.
1. Jinâs
Menurut al-Maraghi (tt: 354) secara bahasa lafazh jinâs dan tajnîs merupakan mashdar dari fi’il jânasa (جانس) yang berarti menyamakan atau membuat sejenis. Sedangkan secara istilah berarti terdapatnya dua kata yang serupa bentuk lafazhnya namun berbeda pada maknanya. Selanjutnya definisi serupa juga diungkapkan oleh Hasan Habanakah (1996: 485) bahwa jinas ialah adanya keserupaan dua lafazh pada pengucapannya namun berbeda pada maknanya. Secara umum jinas terbagi menjadi dua macam, yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Secara lebih luas Hasan Habanakah (1996: 485- 496) membagi jinas ini ke dalam enam macam yang diringkas oleh penyusunsebagai berikut:
a. Jinâs Tam
Ialah Jinâs yang dua lafazhnya sama pada empat perkara, yaitu jenis huruf, bentuk hurufnya (harakat dan sukun), jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Jinas tam ini terbagi menjadi lima macam yaitu mumaatsil, mustaufhaa, mutasyaabahah, mafruuq, dan marfuwwun. Salah satu contohnya ialah "جَنَى" bermakna melakukan pelanggaran hukum dan "جَنَى" bermakna memetik buah dari pohonnya. Contohnya ialah firman Allah SWT dalam Q.S Ruum ayat 85:
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". seperti Demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)”.
Selain itu juga dapat dijumpai pada perkataan Abu Nawas ketika beliau memuji Abbas bin Fadhl al Anshari ketika beliau mengangkat seorang Hakim pada masa khalifah ar Rasyid, lalu ketika beliau memuji Fadhl bin Rabi’ bin Yunus, menteri ar Rasyid sekaligus menteri khalifah al Amin, dalam waktu bersamaan dia juga memuji Rabi’ bin Yunus, menterinya al Manshur- khalifah Abbasiyah. Pujian itu semua terkumpul dalam satu bait syairnya yaitu:
Selain itu juga dapat dijumpai pada perkataan Abu Nawas ketika beliau memuji Abbas bin Fadhl al Anshari ketika beliau mengangkat seorang Hakim pada masa khalifah ar Rasyid, lalu ketika beliau memuji Fadhl bin Rabi’ bin Yunus, menteri ar Rasyid sekaligus menteri khalifah al Amin, dalam waktu bersamaan dia juga memuji Rabi’ bin Yunus, menterinya al Manshur- khalifah Abbasiyah. Pujian itu semua terkumpul dalam satu bait syairnya yaitu:
عَبَّاسُ عَبَّاسٌ إِذَا احْتَدَمَ الوغَى ... والْفَضْلُ فَضْلٌ، والرَّبيعُ رَبيعُ
b. Jinâs Muharraf
Terdapatnya dua lafazh yang berbeda pada struktur huruf-hurufnya, namun sama pada jenis hurufnya, jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Contohnya "الْبُرْد" bermakna pakaian (الكساء), "الْبَرْد" bermakna rendahnya derajat suhu panas, serta "الْبَرَد" bermakna air beku. Bait syairnya ialah:
جُبَّةُ الْبُرْدِ جُنَّةُ الْبَرْد
c. Jinâs Naqis
Ialah Jinâs yang salah satu lafazhnya kurang satu atau beberapa huruf dibandingkan lafazh yang lainnya. Namun terdapat kesesuaian pada jenis, bentuk, dan tertib. Contohnya صالح dan صوالح. Jinâs ini terdiri dari tiga macam yaitu almardûf (salah satu huruf awal pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya جَاء dan رَجَاء), almuktanaf (salah satu huruf tengah dari dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya حديقة مَطُوفَةٌ، وثِمَارُها مَقْطُوفة ), almutharraf (salah satu huruf akhir pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya "سَارٍ" و"سَارِق").
b. Jinâs Muharraf
Terdapatnya dua lafazh yang berbeda pada struktur huruf-hurufnya, namun sama pada jenis hurufnya, jumlah hurufnya, serta susunan hurufnya. Contohnya "الْبُرْد" bermakna pakaian (الكساء), "الْبَرْد" bermakna rendahnya derajat suhu panas, serta "الْبَرَد" bermakna air beku. Bait syairnya ialah:
جُبَّةُ الْبُرْدِ جُنَّةُ الْبَرْد
c. Jinâs Naqis
Ialah Jinâs yang salah satu lafazhnya kurang satu atau beberapa huruf dibandingkan lafazh yang lainnya. Namun terdapat kesesuaian pada jenis, bentuk, dan tertib. Contohnya صالح dan صوالح. Jinâs ini terdiri dari tiga macam yaitu almardûf (salah satu huruf awal pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya جَاء dan رَجَاء), almuktanaf (salah satu huruf tengah dari dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya حديقة مَطُوفَةٌ، وثِمَارُها مَقْطُوفة ), almutharraf (salah satu huruf akhir pada dua lafazh yang sama itu tidak ada, contohnya "سَارٍ" و"سَارِق").
d. Jinâs Mudhari’ dan Jinas Lâhiq
Ialah terdapatnya perbedaan pada dua lafazh yang serupa dalam satu jenis huruf yang berdekataan tempat pengucapannya (النطق), baik itu di awal, tengah, maupun akhir. Contohnya الخيل dan الخير.
Contohnya تقهر dan تنهر, pada ayat
فَأَمَّا اليتيم فَلاَ تَقْهَرْ * وَأَمَّا السآئل فَلاَ تَنْهَرْ
huruf qaf dan nun merupakan dua huruf yang berbeda pada segi pengucapannya.
e. Jinâs Mukarar atau Muraddad
Ialah jinas yang salah satu kata dari dua kata yang sejenis disebutkan setelah kata yang lainnya. Maksudnya dua kata tersebut memiliki kesamaan pada bentuk (harakat dan sukunnya), jenis, jumlah huruf serta tertibnya namun berbeda pada satu huruf. Contohnya وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ serta من قرعَ باباً ولَجَّ وَلَجَ.
f. Jinâs Qolb
Ialah terdapatnya perbedaan susunan huruf pada dua lafazh, namun ada kesesuaian pada jenis (nau’), jumlah huruf, serta bentuk. Contohnya حتف dan فتح , atau عورة dan روعة. Contohnya ialah sebagaimana hadis Rasulullah saw, ketika beliau berdoa lalu mengucapkan;
"اللَّهُمَّ اسْتُرُ عَوْراتِنَا وَآمِنْ رَوْعاتِنَا"
D. PENUTUP
Setelah penyusun membahas mengenai ilmu badi’ muhassinati lafzhi jenis jinas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ilmu badi adalah suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu perkataan baik itu dari segi lafazhnya maupun maknanya, setelah perkataan tersebut bersesuaian dengan tuntutan keadaan dan zaman.
2. Ilmu badi’ terbagi dua yaitu ilmu badi’ muhassinati lafzhi dan ilmu badi’ muhassinati maknawi.
3. Ilmu badi’ muhassinati lafzhi terbagi menjadi 16 macam. Salah satunya ialah jinas.
4. Ilmu badi muhassinati maknawi terbagi menjadi 37 macam.
5. Jinas ialah gaya bahasa yang menggunakan “ulangan kata” yang sama atau hampir sama, tapi dengan makna yang berbeda. Yang secara umum terbagi ke dalam dua macam yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Sedangkan secara keseluruhan terbagi ke dalam enam macam, yaitu jinas tam, jinas muharraf, jinas naaqis, jinas mudhari, jinas mukarrar, dan jinas qolb.
Demikianlah pembahasan ini semoga dapat menjadi salah satu referensi pada pembuatan makalah mengenai jinas pada waktu selanjutnya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Al-Akhdari. 2010. Terjemah Jauharul Maknun. Bandung: PT Alma’arif.
Al-Hasyimi. 1994. Jauharul Balaghah. Beirut: Darul Fikr.
Al-Jurjani. 2012. At-Ta’rifaat. Jakarta Darul Kutb al-Islamiyyah.
Al-Maraghi. tt. ‘Ulûmul Balâghah “al-bayan, al-ma’ani, al-badi’”. Mesir: Universitas al-Azhar: Tidak diterbitkan.
Al-Ghailayaini. (2008). Jaami’ud durus Al-‘arabiyah. Beirut: Daar al-Kutub al- ‘Ilmiyah.
Hasan, Ibn Habanakah. 1996. Al-Balaghah al-‘Arabiyah. Damaskus: Darul Qolam.
Jarim, Ali dan Musthafa Amin. (2006). Terjemahan Al Balaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Algensindo.
Manahij Jami’atul Madinah al-Alamiyyah. tt. Balaghah I “al-Bayan wal Badi’”. Madinah: Jami’ah Madinah al-‘Alamiyyah.
Mukhtar, Ahmad. (2008). Mu’jam Al-Lughah Al ‘Arabiyyah Al Mu’ashirah juz 1. Kairo: ‘Alamul Kutub.
Thamum, dkk. tt. Qawa’idul Lughah al’Arabiyyah li Talaamidzil Madaaris ats-Tsanawiyyah. Mesir: Muthaba’ah al-Ma’aarif wa Maktabatiha.
Ialah terdapatnya perbedaan pada dua lafazh yang serupa dalam satu jenis huruf yang berdekataan tempat pengucapannya (النطق), baik itu di awal, tengah, maupun akhir. Contohnya الخيل dan الخير.
Contohnya تقهر dan تنهر, pada ayat
فَأَمَّا اليتيم فَلاَ تَقْهَرْ * وَأَمَّا السآئل فَلاَ تَنْهَرْ
huruf qaf dan nun merupakan dua huruf yang berbeda pada segi pengucapannya.
e. Jinâs Mukarar atau Muraddad
Ialah jinas yang salah satu kata dari dua kata yang sejenis disebutkan setelah kata yang lainnya. Maksudnya dua kata tersebut memiliki kesamaan pada bentuk (harakat dan sukunnya), jenis, jumlah huruf serta tertibnya namun berbeda pada satu huruf. Contohnya وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ serta من قرعَ باباً ولَجَّ وَلَجَ.
f. Jinâs Qolb
Ialah terdapatnya perbedaan susunan huruf pada dua lafazh, namun ada kesesuaian pada jenis (nau’), jumlah huruf, serta bentuk. Contohnya حتف dan فتح , atau عورة dan روعة. Contohnya ialah sebagaimana hadis Rasulullah saw, ketika beliau berdoa lalu mengucapkan;
"اللَّهُمَّ اسْتُرُ عَوْراتِنَا وَآمِنْ رَوْعاتِنَا"
D. PENUTUP
Setelah penyusun membahas mengenai ilmu badi’ muhassinati lafzhi jenis jinas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ilmu badi adalah suatu ilmu untuk mengetahui segi keindahan suatu perkataan baik itu dari segi lafazhnya maupun maknanya, setelah perkataan tersebut bersesuaian dengan tuntutan keadaan dan zaman.
2. Ilmu badi’ terbagi dua yaitu ilmu badi’ muhassinati lafzhi dan ilmu badi’ muhassinati maknawi.
3. Ilmu badi’ muhassinati lafzhi terbagi menjadi 16 macam. Salah satunya ialah jinas.
4. Ilmu badi muhassinati maknawi terbagi menjadi 37 macam.
5. Jinas ialah gaya bahasa yang menggunakan “ulangan kata” yang sama atau hampir sama, tapi dengan makna yang berbeda. Yang secara umum terbagi ke dalam dua macam yaitu jinas tam dan jinas ghair tam. Sedangkan secara keseluruhan terbagi ke dalam enam macam, yaitu jinas tam, jinas muharraf, jinas naaqis, jinas mudhari, jinas mukarrar, dan jinas qolb.
Demikianlah pembahasan ini semoga dapat menjadi salah satu referensi pada pembuatan makalah mengenai jinas pada waktu selanjutnya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Al-Akhdari. 2010. Terjemah Jauharul Maknun. Bandung: PT Alma’arif.
Al-Hasyimi. 1994. Jauharul Balaghah. Beirut: Darul Fikr.
Al-Jurjani. 2012. At-Ta’rifaat. Jakarta Darul Kutb al-Islamiyyah.
Al-Maraghi. tt. ‘Ulûmul Balâghah “al-bayan, al-ma’ani, al-badi’”. Mesir: Universitas al-Azhar: Tidak diterbitkan.
Al-Ghailayaini. (2008). Jaami’ud durus Al-‘arabiyah. Beirut: Daar al-Kutub al- ‘Ilmiyah.
Hasan, Ibn Habanakah. 1996. Al-Balaghah al-‘Arabiyah. Damaskus: Darul Qolam.
Jarim, Ali dan Musthafa Amin. (2006). Terjemahan Al Balaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Algensindo.
Manahij Jami’atul Madinah al-Alamiyyah. tt. Balaghah I “al-Bayan wal Badi’”. Madinah: Jami’ah Madinah al-‘Alamiyyah.
Mukhtar, Ahmad. (2008). Mu’jam Al-Lughah Al ‘Arabiyyah Al Mu’ashirah juz 1. Kairo: ‘Alamul Kutub.
Thamum, dkk. tt. Qawa’idul Lughah al’Arabiyyah li Talaamidzil Madaaris ats-Tsanawiyyah. Mesir: Muthaba’ah al-Ma’aarif wa Maktabatiha.
Comments
Post a Comment