AKAL: ANUGERAH ILAHI YANG PALING MENAKJUBKAN
Hilman Fitri
Pendidik Hadis dan Alquran di SDIT Uswatun Hasanah Banjar
Akal
merupakan salah satu anugerah luar biasa yang dimiliki manusia. Akal pula yang
dapat mengarahkan pemiliknya untuk dapat menyingkap rahasia-rahasia atau
hikmah-hikmah yang tersirat dalam fenomena yang terjadi pada makhluk-Nya, yang
pada akhirnya mengarahkan manusia tersebut pada keyakinan dan ketaatan kepada
Allah s.w.t.
Akal diibaratkan sebagai cahaya yang menyusup ke dalam hati manusia dan
menolongnya memahami sesuatu. Al Ghazali berpendapat bahwa akal adalah suatu
“sifat” yang membedakan manusia dan binatang. Hal ini dapat dipahami dengan
mengingat bahwa manusia dan hewan memiliki banyak kesamaan, namun akallah yang
menjadi pembeda. Keduanya sama-sama memiliki potensi dan kebutuhan tertentu, seperti
sama-sama mampu bergerak, bernafas, berkembang biak, memerlukan makan, ekresi,
dan lain-lain. Namun akal yang menjadi pembeda antara keduanya membuat
peradaban manusia berkembang dari waktu ke waktu, sementara hewan selalu tetap
dan tidak berubah.[1]
Akal menjadi alat utama dan dominan dalam perkembangan dan kemajuan
dalam berbagai hal di setiap generasi. Di satu sisi, kehebatan akal memang
mendukung perkembangan kehidupan manusia dalam berbagai aspek menuju lebih
baik, serba mudah, cepat dan efektif. Namun di sisi lain, tidak jarang
pemanfaatan akal oleh manusia menjadi destruktif. Manusia merugikan diri mereka
sendiri, merugikan satu sama lain, juga merusak alam (bumi) yang pada
hakikatnya adalah titipan Allah kepada manusia untuk diurusi dengan baik.
Contoh kerusakan alam yang diperbuat manusia di antaranya berkurangnya
luas hutan di bumi karena ulah mereka, padahal hutan merupakan “paru-paru
dunia”, yang menjadi sentral produksi oksigen untuk kelangsungan hidup manusia.
Di Indonesia sendiri, website Departemen Kehutanan mengabarkan bahwa
antara tahun 1990-2005, Negara Indonesia telah kehilangan lebih dari 28 juta
hektar hutan karena penebangan hutan secara liar, perkebunan agrikultur dalam
skala besar, kolonisasi dll. Tindakan ini tentu mengganggu keseimbangan
ekosistem alam. Suplay oksigen kian berkurang, global warming (pemanasan
global) semakin terpacu, hingga suhu udara kian memanas. Banjir dan tanah
longsor pun tidak dapat dihindari, Dikabarkan juga dalam website tersebut
bahwa tindakan-tindakan ini telah menurunkan populasi dari beberapa spesie,
diantaranya orang utan (terancam), harimau Jawa dan Bali (punah), serta badak
Jawa dan Sumatera (hampir punah).[2]
Contoh tersebut merupakan perbuatan manusia yang secara langsung merusak
bumi, juga secara tidak langsung merugikan menusia sendiri. Sedangkan contoh
perilaku manusia yang merugikan sesamanya, yaitu para pelaku korupsi. Salah
satu kabar harian online, Detik News (Ratya, 2010) mengabarkan bahwa
hampir semua koruptor merupakan lulusan sarjana. Mereka pernah meraih puluhan
penghargaan baik di dalam maupun luar negeri. Dalam riwayat organisasi pun,
mereka banyak meduduki posisi ketua. Ini berarti para pelaku korupsi tersebut
adalah orang-orang hebat yang telah memanfaatkan potensi akalnya dengan
maksimal.[3]
Dilihat dari kaca mata sejarah filsafat, diketahui bahwa dahulu terdapat
dua masa (Protagoras dan Francis Bacon) di mana akal mendominasi berlebihan
hingga menggoyahkan keyakinan adanya kebenaran yang objektif. Manusia pada masa
itu menjadi bingung tanpa pegangan karena sendi-sendi agama telah digoyahkan.
Begitulah contoh keadaan ketika akal mendominasi tanpa memperhatikan
rambu-rambu keyakinan agama.[4]
Di antara kedua masa dominasi akal tersebut, terdapat pula suatu fase yang
begitu berbeda, seperti yang dijelaskan oleh Tafsir, di mana akal dikekang dan
dikungkung, sedangkan pengetahuan didominasi oleh doktrin gereja. Pada masa itu
pengetahuan tidak berkembang, maka peradaban manusia pun tidak dapat
berkembang. Begitulah keadaan ketika akal dikekang keberfungsiannya.[5]
Dua jenis dampak dari pemanfaatan akal oleh manusia seperti yang digambarkan
di atas tidak terlepas dari bagaimana manusia memahami akal dalam kehidupannya.
Untuk sementara dari contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
praktis manusia memahami—dilihat dari cara mereka menggunakan—akal sebagai alat
untuk berpikir dan menemukan jalan atau cara untuk mendapatkan tujuan atau
keinginannya, baik itu positif maupun negatif.
Oleh sebab itu, untuk mendayagunakan akal dengan sebaik-baiknya
diperlukan pendidikan akal. Di mana dalam konsep pendidikan,
akal dan intelektual perlu dikembangkan, mendidik akal melalui kurikulum yang
tersistem, agar ia mampu mengembangkan potensi akalnya ke jenjang yang lebih
tinggi, yang pada gilirannya akan menjadi manusia cerdas, pintar dan kreatif.[6]
Nashih
Ulwan mendefinisikan pendidikan akal dengan berkata:
المقصود بالتربية
العقلية تكوين فكر الولد بكل
ما هو نافع من العلوم الشرعية، والثقافة العلمية والعصرية، والتوعية الفكرية
والحضارية. حتى ينضج الولد فكريا
ويتكون علميا وثقافيا.[7]
Pendidikan
akal (rasio) adalah membentuk pola pikir anak terhadap segala sesuatu yang
bermanfaat, baik berupa ilmu syar‟i, kebudayaan, ilmu modern, kesadaran,
pemikiran, dan peradaban. Sehingga akal anak menjadi matang secara pemikiran
dan terbentuk secara ilmu dan kebudayaan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah s.a.w. senantiasa merangsang
pikiran sahabatnya untuk menganalisis serta menjelaskan makna-makna,
isyarat-isyarat serta tanda-tanda dari sebuah pemisalan, lalu menarik
kesimpulan dari makna tersebut. Misalnya sebuah hadis berkenaan pohon kurma
sebagai berikut:
إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ
الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ
ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.[8]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya ada
diantara pepohonan, satu pohon yang tidak gugur daunnya. Pohon ini seperti
seorang muslim, maka sebutkanlah kepadaku apa pohon tersebut?” Lalu orang
menerka-nerka pepohonan Wadhi. Berkata Abdullah,“Lalu terbesit dalam diriku,
pohon itu adalah pohon kurma, namun aku malu mengungkapkannya.” Kemudian mereka
berkata,“Wahai Rasulullah, beritahulah kami pohon apa itu?” Lalu beliau
menjawab,“Ia adalah pohon kurma.
Selain itu juga Rasulullah s.a.w. pernah
mempersilahkan Abu Bakar ash Shidiq untuk menafsirkan mimpi yang diceritakan
oleh seseorang yang datang kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana dalam hadis
berikut ini:
أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللهِ فَقَالَ: إِنِّي رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ
فِي الْمَنَامِ ظُلَّةً تَنْطُفُ السَّمْنَ وَالْعَسَلَ فَأَرَ ى النَّاسَ
يَتَكَفَّفُونَ مِنْهَا فَالْمُسْتَكْثِرُ وَالْمُسْتَقِلُّ وَإِذَا سَبَبٌ
وَاصِلٌ مِنَ الْأَرْضِ إِلَى السَّمَاءِ فَأَرَاكَ أَخَذْتَ بِهِ فَعَلَوْتَ
ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَعَلَا بِهِ ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ
فَعَلَا بِهِ ثُمَّ أَخَذَ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ فَانْقَطَعَ ثُمَّ وُصِلَ. فَقَالَ
أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللهِ، بِأَبِي أَنْتَ، وَاللهِ لَتَدَعَنِّي
فَأَعْبُرَهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ اعْبُرْهَا. قَالَ: أَمَّا الظُّلَّةُ
فَالْإِسْلَامُ وَأَمَّا الَّذِي يَنْطُفُ مِنَ الْعَسَلِ وَالسَّمْنِ
فَالْقُرْآنُ حَلَاوَتُهُ تَنْطُفُ فَالْمُسْتَكْثِرُ مِنَ الْقُرْآنِ
وَالْمُسْتَقِلُّ وَأَمَّا السَّبَبُ الْوَاصِلُ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ
فَالْحَقُّ الَّذِي أَنْتَ عَلَيْهِ تَأْخُذُ بِهِ فَيُعْلِيكَ اللهُ ثُمَّ يَأْخُذُ
بِهِ رَجُلٌ مِنْ بَعْدِكَ فَيَعْلُو بِهِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِهِ رَجُلٌ آخَرُ
فَيَعْلُو بِهِ ثُمَّ يَأْخُذُهُ رَجُلٌ آخَرُ فَيَنْقَطِعُ بِهِ ثُمَّ يُوَصَّلُ
لَهُ فَيَعْلُو بِهِ، فَأَخْبِرْنِي يَا رَسُولَ اللهِ، بِأَبِي أَنْتَ، أَصَبْتُ
أَمْ أَخْطَأْتُ؟قَالَ النَّبِيُّ أَصَبْتَ بَعْضًا وَأَخْطَأْتَ بَعْضًا. :
قَالَ: فَوَا ،َهللِ يَا رَسُولَ اللهِ، لَتُحَدِّثَنِّي بِالَّذِي أَخْطَأْتُ.
قَالَ لَا تُقْسِمْ[9]
Ada seseorang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan berkata, “Saya tadi malam melihat dalam mimpi, sebuah awan
yang menaungi, mencucurkan minyak samin dan madu. Saya melihat manusia
menampungnya dengan tangan mereka,ada yang banyak dan ada yang sedikit.
Tiba-tiba ada tali yang menjulur dari bumi ke langit dan saya melihat Anda
memegangnya lalu naik. Kemudian ada orang lain yang memegangnya lalu naik, dan
ada seorang lagi memegangnya tetapi putus kemudian disambungkan.”
Kata Abu Bakr, “Ya Rasulullah, ibu bapakku jadi tebusanmu, demi Allah,
biarkanlah saya menakwilkannya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata, “Takwilkanlah!” “Adapun awan, artinya Islam, dan yang
mencucurkan samin dan madu artinya adalah al-Qur’an dan kelezatannya,
maka ada yang banyak menerima al-Qur’an dan ada yang sedikit.
Adapun tali dari langit ke bumi ialah al-haq yang engkau berjalan di
atasnya lalu engkau memegangnya dan Allah Subhanahu wata’alameninggikan
engkau dengannya. Kemudian ada yang memegangnya sesudah engkau lalu naik
dengannya. Kemudian ada lagi yang memegangnya dan naik dengannya, lalu ada pula
yang memegangnya tetapi putus kemudian disambungkan untuknya dan naik
dengannya. Terangkanlah kepadaku wahai Rasulullah, bapak dan ibuku tebusanmu,
apakah saya benar ataukah salah?”
Kata Nabi s.a.w. “Kamu benar sebagian dan salah pada bagian lain.” Kata Abu Bakr, “Demi
Allah, wahai Rasulullah, terangkanlah kepadaku mana yang salah.” Kata
beliau,”Jangan bersumpah.”
Dengan demikian, dua hadis tersebut setidaknya menginformasikan
bahwa akal seseorang memang perlu senantiasa didayagunakan untuk berfikir.
Sehingga diperlukan pendidikan akal untuk mendayagunakan akal dalam hal-hal
positif, sekaligus memelihara akal (hifzul ‘aql) dari keterperosokan ke
dalam jurang ketercelaan dan kehinaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pendidikan akal dalam
hadis-hadis Nabi s.a.w. yang kemudian dituangkan menjadi sebuah gagasan dalam
bentuk makalah.
[1] Imam Al-Ghazali, Ihya'
'Ulumuddin: Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama (Vol. 4). (M. F. Karim, Penerj.),
(Bandung: Marja, 2009), h. 86
[2] Nana. (2014, Januari -). Perlunya
Pencegahan Penebangan Hutan secara Liar.Retrieved Mei 1, 2014, from
Kementrian Kehutanan Republik Indonesia:
http://www.dephut.go.id/forum/index.php/forums /posts/0/52c4a40f3ae1d
[3] Ratya, M. P. (2010, Desember 23). Koruptor, Intelektual Penganut Paham
Mumpung-isme. Dipetik April 24, 2014, dari
detiknews:http://m.detik.com/news/read/2010/12/23/064409/1531199/10/
koruptorintelektual-penganut-paham-mumpung-isme
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales
sampai Capra. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 1-2
[6] Kementrian Agama RI, Pendidikan,
Pembangunan Karakter, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Aku
Bisa, 2012) h. 83
[8] Muhammad Ibn
Ismail Abu Abdullah al Bukhari, Shahih Bukhari Juz 1, (Riyadh: Darut
Tauqin Najah, 1422 H), h. 45
[9] Lihat Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah al Bukhari, Shahih Bukhari Juz
9, (Riyadh: Darut Tauqin Najah, 1422 H), h. 43

Comments
Post a Comment