WIZARAH

Hilman Fitri
Al Mawardy (dalam al Ahkamus Sulthoniyah hal 11) berkata: "Pengurusan rakyat yang diserahkan kepada kepala negara, kepala negara tidak bisa menyelesaikan semuanya tanpa dibantu oleh wazirnya. Sehingga dengan adanya wazir, kepala negara lebih terpelihara daripada kekeliruan dan kesalahan.
Wizarah secara bahasa, para ulama berbeda pendapat mengenai asal dari kata tersebut:
Pertama, wizarah diambil dari kata wizrun yang artinya beban; karena wazir memikul beban kepala negara.
Kedua, wizarah diambil dari kata wazaro, yang berarti tempat kembali; karena kepala negara selalu kembali kepada wazirnya.
Ketiga, wizarah diambil dari kata azrun, yang berarti punggung. Dikatakan demikian karena kepala negara memperoleh kekuasaan dari wazirnya, sebagaimana badan memperoleh kekuatan dari punggungnya.
Sejarah wizarah tidak muncul pada permulaan pemerintahan Islam. Ketika itu hanya ada pengertian dengan segala tugasnya sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Khaldun (dalam al Muqaddimah hal 198  fasal 34).
Ketika Daulah Abbasiyyah memerintah dan berkembang pesat, barulah konsep wizarah benar benar mewujud menjadi suatu jabatan yang penting.
Ibn Khaldun berkata pula bahwa diantara hal hal yang dicapai oleh ilmu fiqih adalah membagi wizarah kepada dua macam, yang masing masing mempunyai keistimewaan keistimewaan sendiri. Maka wizarah secara garis besar terbagi ke dalam wizarah tanfidz dan wizaraj tafwidl.
Wizarah tanfidz ini merupakan jabatan wazir yang bertugas melaksanakan segala urusan, tanpa mempunyai kekuasaan yanv otonom. Dikarenakan wazir ini tidak mempunyai hak otonom dalam menghadapi aneka urusan maka menurut al Mawardy untuk wazir ini tidak harus orang Islam, boleh juga orang dzimmy.
Adapun syarat menjadi wazir ini adalah amanah, berlaku benar, tidak tamak terhadap dunia, bersikap dan bertindak moderat, kuat ingatan, cerdas dan pandai,  dan bukan pengikut hawa nafsu.
Sedangkan wizarah tafwidl merupakan jabatan wazir yanv diangkat oleh kepala negara dengan diserahkan urusan pemerintahan dan diberi hak penuh untuk bertindak.
Wazir ini hanya pada tiga perkara saja yang tidak tidak boleh dilakukannya yaitu mengangkat putera mahkota, meletakkan jabatan langsung kepada rakyatnya, dan kepala negara boleh memecat orang yang diangkat oleh wazir, sedang wazir tidak dapat memecat orang yang diangkat oleh kepala negara.
bersambung........

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

المشاكلة في البلاغة

Shalawat Istri Nu Bakti