MENYEMBUNYIKAN ILMU SYARIAT AGAMA



dikutip dari tafsir ayatul ahkam karangan ash Shabuni oleh Hilman Fitri
Allah swt berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ (159) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (160)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.
Kupasan kata-kata
يكتمون  dengan kata dasarnya كتمان   berarti menyembunyikan dan menutup-nutupi (tidak menyiarkan dan menerangkan).
Menurut Ar-Raghib, makna كتمان   ialah menutup-nutupi pembicaraan. كتم  (menyembunyikan; menutup-nutupi) mempunyai kata dasar كتمان   atau كتم  .[1]
Al-Alusi berkata: الكتم   ialah tidak membuka atau menerangkan sesuatu dengan sengaja padahal sesuatu itu perlu diketahui oleh orang, sedang yang mempunyai sesuatu (umpamanya ilmu) itu mengetahui benar bahwa apa yang ia punyai itu harus dibuka kepada khalayak. Hal itu dilakukan dengan jalan menutupi dan menyembunyikannya, atau dengan jalan menghapusnya dan menggantinya dengan yang lain. Orang-orang Yahudi-semoga mereka dila’nati Allah- telah mempraktekkan kedua cara tersebut.[2]
البينات  maknanya “ayat-ayat yang jelas dan terang yang menunjukkan kebenaran.”
البينات  ialah bentuk jamak dari بينة  . Menurut bahasa artinya “indikasi yang jelas”, baik ia berdasarkan akal pikiran, maupun indrawi oleh sebab itu “statement” disebut (dalam bahasa arab) بيان  karena ia mengungkapkan makna yang dimaksudkan dengan jelas.[3]
Yang dimaksud dengan البينات  dalam ayat tersebut ialah apa yang diturunkan oleh Allah dalam Taurat dan Injil mengenai Nabi Muhammad saw.
الهدي  ialah segala sesuatu yang menunjukkan kebaikan dan memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Kata هدى berasal dari kata هداية “petunjuk”.
Ibnu Su’ud berkata: bahwa yang dimaksud dengan الهدى  ialah “ayat-ayat yang memberi petunjuk akan kewajiban seseorang beriman kepada Rasul saw serta kewajiban mengikutinya. Digunakannya kata الهدى  untuk makna ini ialah supaya lebih memantapkan apa yang dimaksud dan dituju.[4]
يلعنهم الله yakni Allah mengusir dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. اللعن (kata dasar dari يلعن) asalnya bermakna mengusir dan menjauhkan. Dalam maksud ini Asy-Syamakh mengatakan bahwa مقام الذئب كالرجل اللعين (kedudukan serigala itu sama dengan seorang yang terusir).
اللاعنون menurut Ibnu Abbas, segala jenis makhluk di muka bumi yang dapat mela’nati, kecuali jin dan manusia.[5]
Mujahid berkata: “dimaksud dengan اللاعنون   semua jenis rayap dan serangga. Binatang-binatang ini berkata: “kepada kami tidak diturunkan hujan dikarenakan oleh kedurhakaan-kedurhakaan anak cucu Adam.[6]
Adapun makna yang benar dari اللاعنون ialah malaikat, para nabi, dan segenap manusia, sesuai dengan firman Allah swt dalam ayat berikutnya: “mereka itu mendapat la’nat Allah, para malaikat, dan segenap manusia. Dan ayat-ayat al-Quran saling memberikan interpretasi.
تابوا bertaubat, yakni menarik diri dari menyembunyikan dan menutup-nutupi kebenaran. Asal makna توبة kembali kepada yang benar dan menyesali apa yang telah dikerjakan sebelumnya. (dari maksiat dan kedurhakaan).
اصلحوا yakni memperbaiki apa yang telah mereka rusak, umpamanya dengan menghilangkan kalam Allah yang mereka robah atau memperbaiki kelakuan dan amal perbuatan mereka.
بينوا artinya menerangkan kepada manusia apa yang mereka sembunyikan tentang sifat dan identitas Nabi Muhammad saw atau apa yang mereka sembunyikan mengenai agama Allah.
التواب الرحيم ialah yang selalu menerima taubat hamba-hamba-Nya, serta yang Maha Pengasih terhadap mereka. Kedua kata التواب dan الرحيم (dalam tata bahasa) adalah bentuk hiperbolik atau ucapan berlebih-lebihan.

Aspek Yang Berhubungan Dengan Isi Ayat
Ahlul kitab (yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani) selalu menyembunyikan apa yang tersebut dalam kitab-kitab mereka, dengan jalan tidak suka menerangkan teks yang asli kitab-kitab mereka kepada manusia pada saat diperlukkannya, atau ketika ditanyakan mengenai suatu masalah. Mereka dengan sengaja menyembunyikan berita-berita yang menubuatkan kebangkitan penutup para Nabi, yaitu Muhammad saw agar manusia tidak beriman kepadanya, sebagaimana juga mereka menyembunyikan beberapa hukum syari’at, seperti hukum merajam orang yang mengerjakan zina, dan sebagaimana pula mereka menyembunyikan beberapa hukum dengan merubah perkataan-perkataan dari tempatnya, atau menafsirkannya tidak sesuai dengan makna dan  maksud yang sebenarnya, sekedar untuk memenuhi keinginan hawa nafsu.
Allah telah membuka kedok kejelekan-kejelekan mereka itu dengan ayat-ayat tersebut di atas, yang mencatat atas diri mereka dan orang seperti mereka akan adanya bagi mereka kutukan dan la’nat abadi.
Ikhtisar Kandungan Ayat
Allah berfirman yang artinya: orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa ayat-ayat yang mengandung keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk yang jelas yang menunjukkan akan kebenaran Muhammad saw dan bahwasannya ia Rasul Allah, dan dengan sengaja menyembunyikan berita yang menubuatkan kedatangan Nabi Muhammad saw padahal mereka mengetahui dengan sungguh-sungguh dan benar indikasi serta identitasnya, yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil, yaitu seorang Rasul dan Nabi yang ummi, mereka itu yang bermain-main dengan hukum-hukum  agama yang merubah-rubah perkatan-perkataan dalam Taurat dan Injil, mereka itu layak mendapat pengusiran dan dijauhkan dari rahmat Allah serta layak pula memperoleh la’nat dari para malaikat dan semua manusia, kecuali mereka yang bertaubat, tidak lagi akan menyembunyikan sesuatu dari ilmu agama, serta memperbaiki masalah iman mereka kepada Muhammad, Rasulullah saw, dan menjelaskan apa yang diwahyukan Allah kepada para Nabi-Nya dan tidak menyembunyikan atau menutup-nutupinya, mereka yang demikian itulah yang ampunan dan rahmat-Nya kepada mereka, sebab Allah swt Maha Penerima taubat hamba-hambanya. Dia melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka, dan meliputi mereka dengan maaf-Nya, serta mengampuni perbuatan-perbuatan buruk yang terlanjur mereka kerjakan.
Sebab Turunnya Ayat
Ayat ini diturunkan terhadap ahlul kitab ketika mereka ditanya apa yang tertulis dalam kitab-kitab mereka mengenai kedatangan Nabi saw akan tetapi mereka menyembunyikannya dan tidak memberitahukannya, semata-mata didorong oleh rasa dengki dan benci.
As-Sayuti meriwayatkan dalam kitabnya “ad-durrul ma’tsur” dari Ibn Abbas ra. Bahwasannya Mu’adz bin Jabal beserta beberapa sahabat bertanya kepada sekelompok pendeta Yahudi tentang beberapa hal yang terdapat di dalam Taurat.
Pendeta-pendeta itu menyembunyikannya dan tidak suka menerangkan kepada para penanya. Lalu Allah menurunkan terhadap perbuatan mereka itu: sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan  berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk…..[7]
Beberapa Catatan Interaktif Yang Terdapat Dalam Tafsir
Catatan Pertama
Dimaksud dengan الكتاب semua kitab Allah yang diturunkan oleh-Nya sebagai petunjuk kepada manusia. Dengan arti ini, maka kata sandang ال dalam الكتاب menunjukkan keumuman kata (artinya semua kitab Allah). di samping itu ada yang memaknakan الكتاب  dengan Taurat dan Injil.
Catatan Kedua
Dalam ألئك يلعنهم الله Allah menggunakan kata ganti penunjuk jauh ألئك ialah sebagai pemakluman tentang keburukan perbuatan mereka, dan sudah sangat jauhnya mereka dalam melakukan kriminalitas dan kejahatan. Allah menuangkan berita kutukan itu dalam bentuk dua kalimat (yaitu: 1. ألئك يلعنهم الله dan 2. و يلعنهم اللاعنون untuk memperkuat dan menyatakan akan beratnya masalah yang serius itu. Dalam ayat tersebut  digunakan kata kerja masa kini yaitu يلعن yang menunjukkan berulangnya kutukan itu sepanjang perbuatan yang mengakibatkan kutukan itu berulang. Dalam ayat tersebut Allah menonjolkan Lafdzul Jalalah (nama diri-Nya) yaitu pada kalimat يلعنهم الله sebagai atensi untuk mendidik rasa segan kepada-Nya dan menanamkan rasa takut. Sekiranya diberlakukan irama yang sama dengan kalimat sebelumnya (Allah menggunakan kata “Kami”, maka kalimat ini akan berbunyi ألئك نلعنهم (mereka itu Kami kutuk).[8]
Catatan Ketiga
Kalimat و يلعنهم اللاعنون merupakan suatu bentuk susunan yang dalam ilmu البديع (salah satu cabang dari ilmu البلاغة (retorika) terkenal dengan الجناس (yaitu pemakaian dua kata yang homogen). Di sini digunakan الجناس المغاير atau dua kata yang homogeny tetapi berbeda bentuk dalam hal ini salah satu kata berbentuk kata kerja يلعن sedang yang lain berbentuk kata benda اللاعنون .
Catatan Keempat 
Dalam firman Allah و انا التواب الرحيم kedua kata التواب dan الرحيم adalah bentuk hiperbolik atau ungkapan berlebih-lebihan.
Maknanya: sangat banyak mengabulkan permohonan bertaubat, serta luas pengampunan dan rahmat-Nya.
Pokok Hukum
Hukum Pertama
Apakah yang tersebut dalam pembahasan ini khusu ditujukan kepada pendeta dan pemuka Yahudi dan Nashrani?
Ayat tersebut ditrunkan terhadap ahlul kitab dari para pendeta Yahudi dan ulama-ulama Nashrani, yang menyembunyikan indikasi dan identitas Nabi saw sebagaimana sebab turunnya ayat itu telah menunjukkan. Namun di samping itu ayat tersebut mencakup setiap orang yang menyembunyikan ayat-ayat dan firman-firman Allah, serta setiap orang yang menyembunyikan hukum-hukum syariat, sebab dalam hal ini sebagaimana dikatakan oleh ulama para ulama Ushul, yang menjadi pokok persoalan adalah keumuman kata-katanya bukaan terbatas kepada peristiwa khusus, yang menjadi sebab turunnya ayat. Ayat-ayat tersebut dituangkan dalam bentuk umum dengan dibawakannya kata ganti penghubung jamak الذين (orang-orang) dalam kalimat إن الذين يكتمون  karena ayat-ayat itu mempunyai sifat umum.
Ibnu Hayyan berkata bahwa keumuman ayat ini tampak sekali pada kata-kata يكتمون (menyembunyikan, dalam bentuk jamak) الناس  (manusia, atau orang banyak) dan الكتاب (yang berarti kitab-kitab yang diturunkan Allah). maka ayat tersebut, sekalipun diturunkan sehubungan dengan suatu kasus khusus, namun ia mencakup semua orang yang menyembunyikan ilmu agama Allah yang harus disebarluaskan.
Hal ini tercermin dalam sabda Nabi saw:
من سئل عن علم فكتمه ألجم يوم القيامة بلجام من النار
Para sahabat telah memahami keumuman ayat ini, sedang mereka adalah bangsa arab yang fasih, lagi menguasai bahasa Arab yang karenanya mereka menjadi tempat kembali lagi masalah memahami makna al-Quran, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia berkata: kalau kiranya tiada ayat tertentu di dalam kitab Allah, aku sekali-kali tidak akan menceritakan kepada kalian satu hadits pun. Kemudian ia membaca:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى
Sampai akhir ayat.[9]

Hukum Kedua
Bolehkah memungut upah (honorium) atas jasa mengajar al-Quran  dan ilmu-ilmu agama?
Dari firman Allah swt:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ
Para ulama berkesimpulan bahwasannya tidak diperkenankan seseorang memungut upah atau honorium atas jasa mengajar al-Quran atau ilmu-ilmu agama, sebab ayat tersebut memerintahkan menerangkan ilmu serta menyebarkannya dan tidak boleh menyembunyikannya. Maka seseorang tidak diperkenankan memungut upah atas suatu pekerjaan yang diharuskan kepadanya untuk melaksanakannya sebagaimana ia tidak berhak menerima upah atas pekerjaan mengajarkan shalat, sebab shalat adalah suatu amalan ibadah, karena itu diharamkan memungut upah atas pekerjaan mengajarkan shalat. Akan tetapi kaum ulama mutaakhirin setelah menyaksikan bahwa manusiaa sudah meremhkan serta mengabaikan dan tidak lagi memperdulikan pendidikan agama, bahkan mereka sudah menyibukkan diri mencari kesenangan hidup keduniaan semata-mata; dan para ulama itu melihat bahwa kesibukan manusia seperti yang demikian itu akan memalingkan mereka dari perhatian mempelajari kitabullah dan ilmu-ilmu agama, sehingga penghafal-pengahafal al-Quran sudah hamper tiada, dan ilmu-ilmu agama akan lenyap, maka para ulama mutakhirin itu memfatwakan membolehkan (bagi para pengajar al-Quran) memungut upah, bahkan sebagian dari para ulama itu mengatakan bahwa memungut upah itu adalah wajib bagi pemelihara-pemelihara ilmu agama. Wakaf-wakaf dan dana-dana yang dibangun oleh para dermawan itu tidak lain hanya dengan maksud dan tujuan memelihara al-Quran dan ilmu-ilmu syariat, serta sebagai sarana merealisasi dalam firman-Nya: sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. Sebaliknya kami melihat kaum mutaqaddimin (ulama-ulama terdahulu) dari ahli fiqih bersepakat atas diharamkannya memungut upah atas jasa mengajarkan ilmu-ilmu agama, dengan alasan bahwa ilmu adalah ibadah, dan memungut upah atas amalan ibadah tidak diperbolehkan.
Abu Bakar Al-Jashshash berkata: ayat إن الذين يكتمون  dengan jelas menunjukkan keharusan menyiarkan ilmu dan tidak dibenarkan menyembunyikan. Hal ini membuktikan tidak diperbolehkannya memungut upah atasnya, sebab seseorang tidaklah boleh menuntut hak atas upah terhadapa amalan yang ia wajib mengerjakannya. Tidakkah anda melihat tidak diperbolehkannya menuntut upah terhadap Islam?
Sebagai dalil dari hal tersebut di atas ialah firman Allah swt: sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan yang telah diturunkan Allah yaitu al-Kitab, dan menjualnya dengan harga yang rendah, mereka itu sebenarnya tidak menelan ke dalam perutnya melainkan api…..tendensi ayat ini melarang pemungutan upah atas penyiaran, maupun penyembunyian ilmu sebab kalimat “dan menjualnya dengan harga yang rendah” melarang mengambil imbalan atasnya dalam segala bentuk apapun, sebab menerima harga atas jasa itu pada hakikatnya menerima imbalan sebagai ganti jasa itu. Dengan demikian maka positif sudah ketidaksahan memungut upah atas jasa mengajarkan al-Quran dan semua ilmu agama.[10]
Al Fakhrurrazi berkata: dengan ayat ini mereka mengambil hujah atas tidak diperbolehkannya memungut upah atas jasa mengajarkan al-Quran, sebab ayat tersebut menunjukan kepada kewajiban mengajarkan agama, mereka memungut upah atasnya sama dengan memungut upah atas pelaksanaan sesuatu yang wajib, karena tidak diperkenankan. Dalam hal ini firman Allah “dan menjualnya dengan haarga yang rendah”  melarang mengambil imbalan dalam segala bentuknya atas jasa mengajarkan itu.[11]
Kami berpendapat bahwa pandangan fiqhiah yang teliti ini yang melangit membawa ilmu ke tingkat ibadah itu adalah suatu pandangan yang patut dihargai. Namun ilmu-ilmu syariat hamper hilang, sekalipun dengan mengikuti fatwa kaum mutakhirin yang membalikkan pungutan upah atas jasa mengajar. Dengan hamper hilang, apalagi kalau kita mengikuti fatwa kaum mutaqaddimin dan melarang mengambil gaji dan upah?pasti tidak terdapat lagi orang yang mengajar dan belajar. Inna lillahi wa inna ilaaihi raji’un.
Petunjuk Yang Diperoleh Dari Kandungan Ayat
1.      Orang Yahudi dan Nashrani menyembunyikan indikasi dan identitas Nabi saw. Untuk mencegah manusia beriman kepadanya.
2.      Menyembunyikan ilmu adalah pengkhianatan terhadap amanat yang dipikulkan Allah di atas bahu para ulama.
3.      Wajib ilmu disebarkan dan disampaikan kepada manusia agar hidayah meluas ke segenap umat manusia.
4.      Barangsiapa menyembunyikan sesuatu dari hukum-hukum syariat, maka ia patut dilimpahi laknat dan kutukan abadi.
5.      Tidak cukup dengan pernyataan bertaubat saja, melainkan harus disertai dengan perbaikan kelakukan dan ketulusan serta keikhlasan dalam perbuatan.
Hikmah Persyariatan
Agama Allah datang untuk memberi petunjuk kepada umat manusia serta mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang berderang. Agama islam memerintahkan kita supaya kita mengajarkan pengetahuan kepada orang yang jahil tidak berpengetahuan, memberi petunjuk kepada orang yang sesat dan menyeru serta mengajak manusia kepada agama Allah sehingga dengan demikian terwujud bukti atas manusia akan pengetahuan mereka tentang isi agama dan syariat Allah, dan karenanya tiada alasan bagi seorang pun pada hari kiamat untuk membantah Allah.
Mengingatkan bahwa apaa yang diturunkan Allah, berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk tidak diturunkan melainkan untuk kebaikan manusia serta sebagai petunjuk dan tuntutan bagi umat manusia ke jalan yang lurus, oleh karena menyembunyikan ilmu dan tidak meneruskannya kepada manusia merupakan penghentian fungsi risalah, yang untuk membawanya Allah mengutus para Rasul dan nabi-Nya; lagi pula merupakan pengkhianatan terhadap amanah yang diamanahkan oleh Allah kepada Ulama, sebagai yang difirmankan oleh-Nya; dan ingatlah, ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi al-Kitab yaitu hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya. Maka oleh sebab itu Allah memperluas keingkaran-Nya terhadap orang yang menyembunyikan sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk mengetahuinya, terutama soal-soal yang menyangkut urusan agama. Allah mengecam setiap orang yang menyembunyikan firman-firman-Nya atau hukum-hukum syariat-Nya dengan siksaan yang amat pedih, sebab menyembunyikan hal-hal itu merupakan suatu kejahatan besar, yang pelakunya patut dihukum oleh kutukan dan pengusiran dari rahmat Allah.
Hal-hal di atas merupakan bukti atas perhatian yang besar dari Islam terhadap penerbaran ilmu dan pendidikan untuk menyampaikan seruan Allah kepada manusia, serta membebaskan umat Islam dari cengkraman kebodohan dan kesesatan; maka dijadikanlah penyebaran ilmu sebagai amalan ibadah, sedang menyembunyikan ilmu sebagai kejahatan.
Dalam hubungan ini Nabi saw bersabda: sampaikanlah apa yang datang daripadaku, sekalipun hanya satu ayat.” Nabi saw bersabda pula: barangsiapa ditanya suatu persoalan dari ilmu lali ia menyembunyikannya kelak pada hari kiamat ia akan dikekang dengan kendali api neraka.



[1] Kitab “al-mufradat” oleh ar-raghib al-ashfahani hal. 428
[2] Tafsir “Ruhul ma’ani” oleh al-Alusi jilid. 2 hal. 27
[3] Kitab al-Mufradat” oleh Raghib hal. 69
[4] Tafsir Abu Su’ud Jilid 1 hal. 14
[5] Ma’anil Quran oleh alFarra jilid 1 hal. 94
[6] Tafsir al-Alusi jilid 2 hal.27
[7] Ad-Durrul Ma’tsur” jilid 1 hal. 161
[8] Tafsir “-al-Bahrul Muhith” jilid 1 hal. 459
[9] Tafsir “bahrul muhith” oleh Abu Hayyan jilid 1 hal. 454
[10] Ahkamul quran oleh al Jashshash jilid 1 hal. 117
[11] Tafsir Fakhrurrazi jilid IV hal. 185

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

المشاكلة في البلاغة

KAJIAN BALAGHAH: JINAS