MEMPELAJARI HADIS DI MASA SAHABAT: SEBUAH UPAYA PENGUMPULAN
Hilman Fitri*
Mengumpulkan dan mengkodifikasikan hadis sudah dimulai pada masa
sahabat, begitu juga halnya di masa kehidupan Nabi. Abu Hurairah terbiasa
membagi waktu malam menjadi tiga porsi; sepertiga pertama untuk tidur,
sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga terakhir untuk mengumpulkan hadis Nabi.
Umar dan Abu Musa al Asy’ari menghafal hadis sepanjang malam. Kasus
yang sama dapat kita simak dari kegiatan ibnu Abbas dan Zayd bin Arqam. Ibn
Buraydah melaporkan situasi yang mirip dengan kebiasaan Mu’awiyah di kota
Syiria, Syam.
Di segi lain, kita mendapatkan sejumlah sahabaat besar seperti Ali
bin Abu Thaalib, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan Abu Said al Khudri menasihati para
tabiin untuk menghafalkan hadis. Oleh karena itu, pola yang sama dalam
mempelajari hadis berlanjut pada masa paca sahabaat. Mereka telah terbiasa
untuk menghafal hadis baik secara individual ataupun bersama-sama.
Dukungan Negara untuk Mengajarkan Alquran dan Sunnah
Umar, khalifah kedua, menekankan para gubernurnya untuk
melaksanakan tugas mengajarkan alquran dan sunnah (Ibn Sa’ad, Tabaqat Al
Kabir, III: 201). Dia selalu mengutus para guru untuk tujuan ini
dengan jumlah yang cukup banyak. Bahkan dia mengutus seorang guru ke masyarakat
Badui Arab untuk menimba ilmu Alquran dari mereka.
Aktivitas Tidak Resmi (Non Kenegaraan)
Seluruh sahabat yang mempunyai ilmu tentang hadis Nabi iut terlibat
dalam penyebaran dan pemasyarakatannya,
kapan saja jika mereka mempunyai waktu atau jika ada desakan yang tak
terelakaan. Walaupun demikian, mereka dapat dikelompokkan menjadi dua:
a.
Kelompok
yang hanya berperan pada saat tertentu. Mereka hanya mengajarkan hadis, di saat
masyarakat membutuhkanya. Mereka terdorong untuk melakukan tugas ini, karena
mereka takut akan ancaman dan dosa menyembunyikan ilmu pengetahuan.
b.
Kelompok
yang mencurahkan segala jeerih payahnya untuk tujuan ini, dan biasanya
mengajarkan hadis secara teratur.
Sehubungan dengan masalah ini, ada beberapa factor baru yang perlu
diperhatikan. Setelah kematian Nabi, tugas mengajarkan hadis diambil alih oleh
para sahabat. Sepertiga abad setelah wafatnya Nabi, Islam menyebar sampai ke
Afganistan, Iran, Syiria, Irak, Mesir, Libya. Para sahabat adalah tokoh pioneer
dalam aktivitas ini yang mengakibatkan hadis Nabi ikut menyebar bersamaan
dengan meluasnya dunia Islam. Hal itu juga berakibat bahwa tidak semua hadis Nabi
hanya dikenal dan berkembang di Madinah. Mungkin hadis tertentu sudah
dikenalkan kepada sahabat lainnya yang pergi menjelajahi Irak, Mesir atau
Negara lainnya. Sebelum para sahabat meninggal, mereka mempercayakan suluh ilmu
hadis ini kepada generasi beerikutnya yang harus mempelajari dan mengabil alih
tanggung jawab mereka. Hanya saja, beberapa situasi unik terjadi di sekitar
mempelajari hadis oleh para muhadditsin, dan hal ini akan didiskusikan pada
pembahasan berikutnya. So terus pantengin aja blog ini hehe!!!
*Kepala
Perpustakaan SDIT Uswatun Hasanah Kota Banjar
Comments
Post a Comment