PEMIKIRAN KETUHANAN ALA IBNU MISKAWAIH
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al khozin Ahmad
ibn Muhammad bin Ya’kub bin Miskawaih, dikenal dengan Ibnu Miskawaih, atau ada
yang menyebut Ibnu Maskawaih atau Miskawaih saja. Salah satu kitabnya yang
terkenal ialah “Tahdzibul Akhlaq wa Tathhiirul A’raaq”.
Menurut Miskawaih, membuktikan adanya Tuhan
adalah mudah, karena kebenarannya tentang ada Tuhan telah terbukti pada dirinya
sendiri dengan amat jelas. Namun kesukarannya adalah karena keterbatasan akal
manusia untuk menjangkaunya. Tetapi orang yang berusaha keras untuk memperoleh
bukti adanya, sabar menghadapi berbagai macam kesukaran, pasti akhirnya akan
sampai juga, dan akan memperoleh bukti yang meyakinkan tentang kebenaran
adanya.
Miskawaih mengatakan bahwa sebenarnya tentang
adanya Tuhan pencipta itu telah menjadi kesepakatan filosof sejak dahulu kala.
Beliau berusaha membuktikan bahwa Tuhan pencipta itu Esa, azali (tanpa awal)
dan bukan materi (jisim). Tuhan dapat diketahui dengan cara menidakan, bukan
dengan cara afirmasi. Misalnya bahwa Tuhan itu bukan suatu badan, Tuhan tidak
bergerak, Tuhan tidak menciptakan dan sebagainya. Jadi Tuhan tidak sama dengan
suatu konsepsi apa pun, atau dalam filsafat yang lebih dikenal dengan kalimat
“tak kena kinaya ngapa”.
Namun pendapat bahwa membuktikan adanya Tuhan
hanya dapat dilakukan secara negasi yang dikemukakan Miskawaih tersebut telah
banyak mendapat kritik. Jika yang dimaksud pembuktian secara langsung tidak
dapat dilakukan itu ialah untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan secara
rasional memnag dapat diterima. Tetapi jia yang dimaksud adalah mencakup segala
macam pengenalan, maka hal ini tidak benar. Sebab di samping pengetahuan secara
rasional, dimungkinkan juga pengenalan dengan jalan penghayatan yang merupakan
pengenalan kejiwaan sebagaimana bias menjadi dalam dunia mistik.
Arguumen yang diajukan Miskawaih untuk
membuktikan adanya Tuhan yang paling ditonjolkan adalah adanya gerak atau
perubahan yang terjadi pada alam. Arguen
gerak ini diambil dari Aristoteles. Tuhan
adalah sebagai pencipta segala sesuatu. Menciptakan dari awal segala sesuatu
dari tiada, sebab tidak ada artinya mencipta, jika yang diciptakan telah wujud
sebelumnya. Jadi segala sesuatu itu diciptakan dari tiada, hal ini sejalan
dengan pendapat ulama ilmu, kalam, tanpa takwil sebagaimana dikemukakan oleh
kaum Mutazilah yang telah memperoleh pengaruh dari filsafat Aristoteles.
Dari/dalam hal ini Miskawaih berbeda pendapat dengan Aristoteles.
Teorinya tentang perubahan yang terjadi pada
alam menyebutkan bahwa tiap tiap bentuk yang berubah digantikan oleh bentuk
yang baru. Dalam pertukaran bentuk yang satu kepada bentuk yang lain itu,
Miskawaih mengatakan bahwa bentuk yang lama menjadi tiada. Demikian pula selanjutnya, jika bentuk kedua ini
digantikan dengan bentuk segitiga, maka bentuk kedua menjadi tiada dan
seterusnya. Dengan demikan terjadilah ciptaan yang terus menerus, dari satu
generasi ke generasi yang lain, dan tiap tiap ciptaan yang baru berasal dari
tiada. Walaupun Miskawaih menetapkan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada,
tetapi ia pun menganut teori emanasi dari Neo-Platonisme, namun penerapannya
berbeda dengan al Farabi dan Ibnu Sina.
Hilman FD
Comments
Post a Comment