RIZQ DALAM AL QURAN
Disalin oleh Hilman Fitri dari buku “Ensiklopedi al Quran” karya Prof. Dr. M. Dawan Raharjo.
Dalam al Quran istilah rizq dengan perubahan katanya atau tashrifnya, disebut sebanyak 112 kali, dalam 41 surat. Lokus yang terbanyak memuat kata itu adalah surah al Baqarah (12 kali), an Nahl (9 kali), dan Saba (7 kali). Berikut ini rincian mengenai perubahan dan frekuensi penyebutan kata itu menurut tempat turunnya.
Istilah razaqa (perfect active) turun di Mekkah 22 dan di Madinah 13 totalnya jadi 35 kali (31,3%). Istilah yarzuqu (Imperfect active) turun di Mekkah 10 dan di Madinah 6 totalnya jadi 16 kali (14,3%). Istilah urzuq (imperative) Mekkah 1 dan di Madinah 4 totalnya jadi 5 kali (4,5%). Istilah Ruziqa (perfect passive) di Mekkah 0 dan di Madinah 2 totalnya jadi 2 kali (1,8%). Istilah yurzaqu (imperfect passive) di Mekkah 1 dan di Madinah 2 totalnya jadi 3 kali (2,7%). Istilah rizq (verbal Noun) di Mekkah 41 dan di Madinah 13 totalnya jadi 54 kali (48,2%). Istilah raaziq (participle active) di Mekkah 3 dan di Madinah 3 totalnya jadi 6 (5,6%). Istilah razzaaq (participle active) di Mekkah 1 dan di Madinah 0 totalnya jadi 1 (0,9%).
Dari keterangan di atas, tampak bahwa kata rizq, dalam bentuk kata benda (verbal noun), adalah yang paling banyak disebut, yaitu 54 kali atau 48 %. Kemudian menyusul kata kerja sekarang atau fi’il mudhari (imperfect active), sebanyak 35 kali atau 31,3%., dan ketiga terbanyak adalah kata kerja masa lampau atau fi’il maadhi (perfect active) sebanyak 16 kali atau 14,3%.
Contoh ayat yang menyebutkan kata benda “rizq” adalah seperti yang disebut dalam al Quran Q.S al Baqarah : 22 yang mengatakan:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Kata rizki di situ menunjukkan kepada segala buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon-pohonan yang tumbuh berkat air hujan. Di situ antara lain dikatakan bahwa Allah telah menyediakan bumi sebagai hamparan. Manusia diminta berfikir tentang dari mana sebenarnya sumber rizki itu. Hal itu sebenarnya sudah diketahui juga oleh manusia. Karena itu, hendaknya manusia tidak menyekutukan-Nya, misalnya dengan mengatakan bahwa rizki itu berasal dari sesuatu selain Allah.
Al Quran Q.S al Baqarah: 57 menyajikan contoh dari kata kerja razaqa dalam bentuk kata kerja:
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (57)
57. dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka Menganiaya kami; akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.
Kata “maa razaqnaa kum” dalam ayat tersebut diterjemahkan secara bebas dengan kata-kata “yang telah kami berikan (rezekikan) kepadamu.” Maksudnya, bahan-bahan makanan yang begitu banyak di bumi ini, memang berbeda-beda mutunya. Diantaranya, “manna wa salwaa”, yang merupakan bahan makanan yang bermutu, baik karena enaknya maupun kandungan gizinya. Itu semua mengandung manfaat bagi kehidupan manusia dan karena itu bahan-bahan makanan tersebut merupakan rezeki dari Allah. Dengan mengingat kepada rezeki Allah itu, terkandung perintah bahwa manusia tidak perlu mengambil sembarang makanan, karena ada terdapat cukup banyak bahan-bahan makanan yang bermutu tinggi. Jadi dalam ayat tersebut terselip perintah bahwa hendaknya manusia itu memilih yang baik-baik saja (thayyibah).
Al Quran surah an Nuur ayat 38 menyebutkan kata yarzuqu dalam anak kalimat “Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang ia kehendaki tanpa perhitungan,” yang menunjukkan kemurahan Allah kepada manusia dalam pemberian rizki. Tetapi pengertian yang lebih mendalam dari kata ini perlu dilihat dalam konteks ayat secara seutuhnya, bahkan dengan ayat 37 yang mengatakan:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38)
37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
38. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Ayat tersebut menganjurkan optimisme manusia terhadap rezeki Allah. Anggapan bahwa ingat kepada Allah dan menyisihkan waktu untuk shalat menyebabkan rezeki seseorang berkurang, ditolak. Demikian dinyatakan pula bahwa memberikan sebagian rezekinya untuk zakat menyebabkan kekurangan, tidak beralasan. Ayat tersebut memberikan lukisan tentang seorang lelaki yang senantiasa tidak lupa mengingat kepada Allah, shalat dan membayar zakat, sekalipun berada dalam suasana perniagaan yang ramai dan sibuk melakukan transaksi jual beli. Ia bersikap demikian karena yakin bahwa rezeki Allah itu tiada batasnya.
Dalam Q.S Saba ayat 39 dikatakan bahwa Allah adalah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. Kata raaziq atau raaziqin ini dikemukakan dalam ayat ini:
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (39)
39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Di situ disebutkan bahwa “Allah adalah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” Hal yang lebih penting adalah implikasi dari pengakuan itu, yaitu bahwasannya manusia itu tidak perlu khawatir bahwa barang yang dinafkahkan untuk kebaikan itu akan mendatangkan kerugian. Allah akan memebri ganti, yaitu manfaat yang akan diterimanya, secara langsung atau tidak langsung, di samping tentu saja manfaat nyata terhadap orang lain. Dalam Quran ath Thalaq ayat 3 dikatakan bahwa Allah itu bisa “memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” dan “barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan memberinya kecukupan.”
Dalam Quran surah al Hijr ayat 20-21 sebagai berikut:
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (20) وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ (21)
20. dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.
21. dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Dalam ayat ini, sebenarnya ayat kedua itu menyimpulkan maksud ayat yang pertama, yaitu bahwa Allah sebenarnya merupakan sumber (khazanah) rezeki manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Sehingga setelah disandarkan bahwa sumber rizki itu adalah Allah, maka bagi orang yang beriman, Allah adalah orientasi kegiatan manusia dalam upayanya memperoleh penghidupan.sebagai konsekuensinya, timbul kata imperatif “urzuq”. Imperatif pertama dalam bentuk permohonan Allah kepada manusia agar memberikan rizki bagi seseorang yang dinikahi manusia tersebut. Sedangkan imperatif kedua dalam bentuk permohonan rizki dari manusia kepada Allah sebagaimana dalam Q.S al Baqarah ayat 126:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (126)
126. dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".
Petikan doa Nabi Ibrahim a.s. tersebut menunjukkan bahwa cita-cita seseorang Nabi itu bukn hanya bersifat ruhaniyah semata-mata, tetapi juga bersifat material. Ini mencerminkan pula cita-cita Islam. Apabila ada anjuran untuk ber-iman dan ber-ibadah kepada Allah, ini tidak berarti bahwa orang harus melupakan aspek perekonomian. Nabi Ibrahim dalam doa itu mencita-citakan stabilitas politik dan keamanan di satu sisi, dan kemakmuran negeri di lain sisi yang mencerminkan idaman kaum beriman (lihat, “doa masa depan Ibrahim, dalam surah Ibrahim).
Dalam al Quran istilah rizq dengan perubahan katanya atau tashrifnya, disebut sebanyak 112 kali, dalam 41 surat. Lokus yang terbanyak memuat kata itu adalah surah al Baqarah (12 kali), an Nahl (9 kali), dan Saba (7 kali). Berikut ini rincian mengenai perubahan dan frekuensi penyebutan kata itu menurut tempat turunnya.
Istilah razaqa (perfect active) turun di Mekkah 22 dan di Madinah 13 totalnya jadi 35 kali (31,3%). Istilah yarzuqu (Imperfect active) turun di Mekkah 10 dan di Madinah 6 totalnya jadi 16 kali (14,3%). Istilah urzuq (imperative) Mekkah 1 dan di Madinah 4 totalnya jadi 5 kali (4,5%). Istilah Ruziqa (perfect passive) di Mekkah 0 dan di Madinah 2 totalnya jadi 2 kali (1,8%). Istilah yurzaqu (imperfect passive) di Mekkah 1 dan di Madinah 2 totalnya jadi 3 kali (2,7%). Istilah rizq (verbal Noun) di Mekkah 41 dan di Madinah 13 totalnya jadi 54 kali (48,2%). Istilah raaziq (participle active) di Mekkah 3 dan di Madinah 3 totalnya jadi 6 (5,6%). Istilah razzaaq (participle active) di Mekkah 1 dan di Madinah 0 totalnya jadi 1 (0,9%).
Dari keterangan di atas, tampak bahwa kata rizq, dalam bentuk kata benda (verbal noun), adalah yang paling banyak disebut, yaitu 54 kali atau 48 %. Kemudian menyusul kata kerja sekarang atau fi’il mudhari (imperfect active), sebanyak 35 kali atau 31,3%., dan ketiga terbanyak adalah kata kerja masa lampau atau fi’il maadhi (perfect active) sebanyak 16 kali atau 14,3%.
Contoh ayat yang menyebutkan kata benda “rizq” adalah seperti yang disebut dalam al Quran Q.S al Baqarah : 22 yang mengatakan:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Kata rizki di situ menunjukkan kepada segala buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon-pohonan yang tumbuh berkat air hujan. Di situ antara lain dikatakan bahwa Allah telah menyediakan bumi sebagai hamparan. Manusia diminta berfikir tentang dari mana sebenarnya sumber rizki itu. Hal itu sebenarnya sudah diketahui juga oleh manusia. Karena itu, hendaknya manusia tidak menyekutukan-Nya, misalnya dengan mengatakan bahwa rizki itu berasal dari sesuatu selain Allah.
Al Quran Q.S al Baqarah: 57 menyajikan contoh dari kata kerja razaqa dalam bentuk kata kerja:
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (57)
57. dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka Menganiaya kami; akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.
Kata “maa razaqnaa kum” dalam ayat tersebut diterjemahkan secara bebas dengan kata-kata “yang telah kami berikan (rezekikan) kepadamu.” Maksudnya, bahan-bahan makanan yang begitu banyak di bumi ini, memang berbeda-beda mutunya. Diantaranya, “manna wa salwaa”, yang merupakan bahan makanan yang bermutu, baik karena enaknya maupun kandungan gizinya. Itu semua mengandung manfaat bagi kehidupan manusia dan karena itu bahan-bahan makanan tersebut merupakan rezeki dari Allah. Dengan mengingat kepada rezeki Allah itu, terkandung perintah bahwa manusia tidak perlu mengambil sembarang makanan, karena ada terdapat cukup banyak bahan-bahan makanan yang bermutu tinggi. Jadi dalam ayat tersebut terselip perintah bahwa hendaknya manusia itu memilih yang baik-baik saja (thayyibah).
Al Quran surah an Nuur ayat 38 menyebutkan kata yarzuqu dalam anak kalimat “Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang ia kehendaki tanpa perhitungan,” yang menunjukkan kemurahan Allah kepada manusia dalam pemberian rizki. Tetapi pengertian yang lebih mendalam dari kata ini perlu dilihat dalam konteks ayat secara seutuhnya, bahkan dengan ayat 37 yang mengatakan:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38)
37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
38. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Ayat tersebut menganjurkan optimisme manusia terhadap rezeki Allah. Anggapan bahwa ingat kepada Allah dan menyisihkan waktu untuk shalat menyebabkan rezeki seseorang berkurang, ditolak. Demikian dinyatakan pula bahwa memberikan sebagian rezekinya untuk zakat menyebabkan kekurangan, tidak beralasan. Ayat tersebut memberikan lukisan tentang seorang lelaki yang senantiasa tidak lupa mengingat kepada Allah, shalat dan membayar zakat, sekalipun berada dalam suasana perniagaan yang ramai dan sibuk melakukan transaksi jual beli. Ia bersikap demikian karena yakin bahwa rezeki Allah itu tiada batasnya.
Dalam Q.S Saba ayat 39 dikatakan bahwa Allah adalah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. Kata raaziq atau raaziqin ini dikemukakan dalam ayat ini:
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (39)
39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Di situ disebutkan bahwa “Allah adalah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” Hal yang lebih penting adalah implikasi dari pengakuan itu, yaitu bahwasannya manusia itu tidak perlu khawatir bahwa barang yang dinafkahkan untuk kebaikan itu akan mendatangkan kerugian. Allah akan memebri ganti, yaitu manfaat yang akan diterimanya, secara langsung atau tidak langsung, di samping tentu saja manfaat nyata terhadap orang lain. Dalam Quran ath Thalaq ayat 3 dikatakan bahwa Allah itu bisa “memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” dan “barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan memberinya kecukupan.”
Dalam Quran surah al Hijr ayat 20-21 sebagai berikut:
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (20) وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ (21)
20. dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.
21. dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Dalam ayat ini, sebenarnya ayat kedua itu menyimpulkan maksud ayat yang pertama, yaitu bahwa Allah sebenarnya merupakan sumber (khazanah) rezeki manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Sehingga setelah disandarkan bahwa sumber rizki itu adalah Allah, maka bagi orang yang beriman, Allah adalah orientasi kegiatan manusia dalam upayanya memperoleh penghidupan.sebagai konsekuensinya, timbul kata imperatif “urzuq”. Imperatif pertama dalam bentuk permohonan Allah kepada manusia agar memberikan rizki bagi seseorang yang dinikahi manusia tersebut. Sedangkan imperatif kedua dalam bentuk permohonan rizki dari manusia kepada Allah sebagaimana dalam Q.S al Baqarah ayat 126:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (126)
126. dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".
Petikan doa Nabi Ibrahim a.s. tersebut menunjukkan bahwa cita-cita seseorang Nabi itu bukn hanya bersifat ruhaniyah semata-mata, tetapi juga bersifat material. Ini mencerminkan pula cita-cita Islam. Apabila ada anjuran untuk ber-iman dan ber-ibadah kepada Allah, ini tidak berarti bahwa orang harus melupakan aspek perekonomian. Nabi Ibrahim dalam doa itu mencita-citakan stabilitas politik dan keamanan di satu sisi, dan kemakmuran negeri di lain sisi yang mencerminkan idaman kaum beriman (lihat, “doa masa depan Ibrahim, dalam surah Ibrahim).
Comments
Post a Comment