PENDIDIKAN INTERNASIONAL
Ely Sa’diah & Diadara Sholihati Iskandar
PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Segala Puji bagi Allah Shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad beserta keluarga, sahabat, dan
pengikutnya. Amma ba’du.
Sebagaimana kita sebagai Tuhan Yang Maha Esa wajib bersyukur atas
segala karunia-Nya. Tanpa kehendak-Nya, segala yang di dunia ini tidak akan terjadi
begitu saja, begitu juga dengan terselesaikannya chapter report salah satu bab dari bab- bab yang ada pada
buku “ Foundation of Education
International edition” karangan Ornstein, Levine, dan Guten, yang
diterbitkan oleh Wadworth, Cencage
Learning. Buku tersebut terdiri dari 16 bab, dan bab yang akan dibahas pada
kesempatan kali ini ialah bab ke- 15 yaitu: International Education (Pendidikan
Internasional) yang terdapat pada halaman 444- 465. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah landasan pedagogik pada program studi pendidikan bahasa
Arab sekolah pascasarjana UPI.
Sadulloh (2007: 161) berpendapat mengenai tujuan pendidikan, yakni
sebagai berikut:
untuk
meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi
dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan
yang telah teruji oleh waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang
telah terujioleh waktu dan dikenal oleh semua orang.
Maka
untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang disebutkan di atas, sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam
pembangunan di era globalisasi saat ini. Oleh karena itu, pendidikan
mempunyai peranan besar dalam membangun maju atau mundurunya sebuah bangsa atau
Negara. Namun sudah tak heran lagi, pendidikan di Indonesia kini sangat rendah
sekali dibanding dengan negara- negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore.
Oleh
sebab itu, menjadi tugas serta kewajiban kita sebagai guru maupun calon guru
untuk memajukan Indonesia dalam bidang pendidikan.
Adapun
dalam Chapter ini menyajikan gambaran umum mengenai pendidikan
internasional, keragaman sistem pendidikan yang
diterapkan oleh negara-negara lain: bagaimana kesamaannya, bagaimana
perbedaannya, dan di mana ciri khasnya yang dianggap lebih efektif. Pada bab
ini, akan dipaparkan pula mengenai sebuah analisa yang berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. dengan mempertimbangkan atau membandingkan
pendidikan di negara-negara yang sedang berkembang dan studi tentang
peningkatan sekolah internasional. Akhirnya, kami berikan ulasan singkat
tentang prestasi sekolah-sekolah di Amerika dalam sebuah konteks internasional.
Dalam penyelesaian chapter report ini penulis tidak dapat
mengerjakan tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Maka dari itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Landasan Pedagogik Dr.
Suherman, M.Pd yang telah memberikan arahan dan bimbingan khususnya pada mata
kuliah landasan pedagogik ini.
Di samping itu pula, penulis menyadari bahwa tidak ada yang
sempurna di dunia ini. Begitu pula chapter report ini lebih banyak memaparkan berbagai keterbatasan dan kekurangan
penyusunnya. Kekurangan ini tentu saja perlu diperbaiki, dilengkapi, dan terus
ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, dengan terbuka dan senang hati penyusun
terima kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini ke
depannya. Demikianlah, semoga bermanfaat. Jazakumullah Khairan Katsiran.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, Mei 2015
Penyusu
INTISARI
Banyak
pembaharu pendidikan menyarankan agar Amerika dapat memperbaiki sistem
pendidikannya dengan cara menyamai negara-negara lain. Pendidikan di Jepang
telah mendapatkan perhatian khusus karena telah mampu memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan ekonomi Jepang selama 50 tahun terakhir. Namun, dengan
meniru praktik pendidikan dari negara lain belum tentu hal tersebut sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada, sehingga perlu memahami terlebih dahulu
keragaman sistem pendidikan yang diterapkan di negara-negara lain: bagaimana
kersamaannya, bagaimana perbedaannya dan di mana ciri khasnya yang dianggap
lebih efektif.
A.
Bagian-bagian yang Bersifat Umum dalam Sistem Pendidikan
Meskipun sistem
pendidikan di seluruh dunia ini beraneka ragam, namun kesamaan itu pasti ada.
Bagian berikut ini menggambarkan karakteristik dan permasalahan yang tersebar
luas hampir di seluruh negara yang ada di dunia ini mengenai system pendidikan,
baik dilihat dari letak kesamaannya, maupun perbedaannya.
1.
Persamaan
Banyak sistem pendidikan di dunia yang
menghadapi tantangan yang sama. Diantaranya yang berkenaan dengan hal- hal
berikut:
a.
Latar Belakang Tingkat Sosial dan Lulusan Sekolah
Hampir di
seluruh dunia, pelajar yang keadaan ekonominya lemah termasuk ke dalam kategori
kurang beruntung dalam bidang pendidikan. Sebagaimana dilaporkan oleh bank
dunia dalam penelitiannya bahwa latar belakang sosial ekonomi keluarga
merupakan penentu utama prestasi siswa baik di negara industri maupun di negara
berkembang.
b.
Masyarakat Multikultural dan Permasalahannya
Hampir setiap
bangsa harus mencari cara bagaimana mendidik pelajar yang berbeda secara
efektif. Negara-negara dengan latar belakang masyarakat yang plural, baik dari segi budaya, ras, agama,
dan status sosial memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras,
etnik, agama, dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu,
dipandang perlu memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem
pendidikan agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala
dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan
tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakat.
c.
Pendekatan Pengajaran dan Kondisinya
Guru-guru di
berbagai negara menunjukkan perasaan yang serupa dalam hal kesenangan dan
kekecewaan, dan dari hasil penelitian ditemukan kemiripan yang sangat jelas
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada sistem pendidikan yang berbeda.
Para guru di seluruh dunia secara khusus menyebutkan penyebab hilangnya
semangat profesional adalah kurangnya waktu untuk menyelesaikan prioritas
tujuan, keberagaman dari tuntutan peran yang berlawanan, dan kurangnya dukungan
penuh dari para penyelenggara. Sedangkan sumber dari “antusiasme profesional”
umumnya berkisar seputar hubungan dengan siswa dan kepuasan dengan prestasi
siswa.
2.
Perbedaan
Banyak letak
perbedaan yang tertuju pada sistem pendidikan di setiap Negara. Perbedaan yang
paling signifikan dalam sistem pendidikan dan lulusan terdapat pada hal-hal
berikut ini:
a.
Sumber Daya yang Dicurahkan pada Pendidikan
Jumlah
pendapatan negara yang digunakan untuk pendidikan berbeda dikarenakan adanya
pendapatan dan prioritas negara yang diberikan untuk pendidikan.
Pengeluaran lebih besar digunakan pada
penerimaan pendaftaran pelajar dan tingkat layanan pendidikan pada tingkat
sekolah yang lebih tinggi.
Rasio Siswa dan
Guru pada Tingkat Dasar. Rata-rata
rasio siswa dan guru tingkat dasar cenderung lebih tinggi di wilayah-wilayah
miskin dari pada di wilayah-wilayah kaya.
Rasio
Pendaftaran. Di wilayah-wilayah yang oleh UNESCO
dikategorikan sebagai wilayah maju hampir seluruh anak-anaknya bersekolah di
sekolah dasar. Adapun di wilayah-wilayah yang sedang berkembang hampir 20%
anak-anak usia sekolah dasar tidak bersekolah, sedangkan di negara-negara yang
terbelakang seperti Liberia dan Sudan, sebanyak 60% anak-anaknya tidak sekolah.
Ketidaksesuaian dalam rasio pendaftaran antara negara-negara maju dan
berkembang menjadi lebih besar pada jenjang pendidikan lanjutan dan pendidikan
tinggi.
Pendaftaran
Laki-laki dan Perempuan. Institusi
pendidikan tinggi di negara-negara maju lebih didominasi oleh perempuan
(kecuali di Jepang dan Turki), sedangkan di negara-negara berkembang kaum
laki-laki lebih mendominasi.di hampir semua jenjang pendidikan.
Amerika di
antara negara-negara industri. Dalam
hubungannya dengan anggaran belanja pendidikan untuk kelas 1 sampai dengan 12
sebagai sebuah prosentase dari produk domestik bruto, peringkat Amerika hanya
berada di urutan kelima di antara dua belas negara industri.
Rata-rata gaji
guru di Amerika lebih tinggi dari gaji guru di Irlandia dan Norwegia tetapi
lebih rendah dari pada negara maju lainnya. Dan UNICEF melaporkan bahwa Amerika
hampir berada di peringkat bawah dari 21
negara-negara industri dalam hal ukuran pertumbuhan anak-anak.
b.
Meluasnya Sentralisasi
Bangsa-bangsa
secara luas berbeda dalam membuat keputusan tentang pendidikan, baik pada
tingkat pemerintahan daerah ataupun
pusat. Sistem pendidikan di Amerika menganut sistem desentralisasi dimana
pemerintah pusat memberi otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah di bawahnya.
Sementara Perancis, Yunani dan Jepang, semuanya memiliki sistem pendidikan dan
keputusan yang sangat memusat (sentralisasi), mengikuti standar nasional
mengenai ukuran kelas yang dapat diterima dan apa yang akan diajarkan dalam
sebuah mata pelajaran yang akan diberikan pada kelas dan waktu tertentu
c.
Muatan Kurikulum dan Penekanan dalam Pembelajaran
Materi
pelajaran dan cara bagaimana menerima perhatian mencerminkan budaya dan
prioritas dari masing-masing negara. Negara-negara berbeda dalam memandang
muatan kurikulum dan penekanan pembelajaran. Berikut adalah praktik populer
yang membuat negara-negara tertentu berbeda.
§ Sekolah Dasar di Selandia Baru terkenal karena penekanan sistematis
pada pembelajaran membaca melalui pembelajaran bahasa yang alami.
§ Sistem pendidikan di Finlandia menjadi terkenal karena prestasi dan
pencapaian yang tinggi pada semua level dari mulai pra sekolah hingga
pendidikan tinggi
§ Sekolah-sekolah di negara-negara Islam tertentu banyak mendasarkan
kurikulumnya di seputar agama dan menekankan pengahafalan didaktis pemahaman
agama.
d.
Pendidikan Kejuruan dengan Pendidikan Akademik
Kebanyakan
negara dewasa ini menyediakan waktu sekuran-kurangnya empat tahun untuk tingkat
pendidikan pertama atau sekolah dasar, di atas itu tingkatnya berbeda lagi. Setelah
beberapa tahun pertama dari sekolah umum, beberapa bangsa umumnya lebih
mengelompokkan siswa ke jalur pendidikan akademik dan kejuruan untuk pendidikan
lebih lanjut. Susunan ini sesuai dengan pola dua jalur Eropa tradisional yang
disebut dengan bepartite system (sistem dua pihak). Jumlah siswa kejuruan
berubah-ubah, sedangkan di jalur akademik variasinya sama.
e.
Pendaftaran di Sekolah-sekolah yang Lebih Tinggi
Perhatian
terhadap jalur akademik di awal sekolah, sumber-sumber yang diterapkan dalam
pendidikan dan kebutuhan akan pekerjaan di negara yang berbeda memunculkan
keragaman yang cukup luas dalam hal pendaftaran siswa dan penyelesaian
pendidikan di perguruan tinggi dan universitas.
Negara-negara
yang menyalurkan siswanya ke program kejuruan jumlah pemuda yang melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi cenderung rendah, dibandingkan dengan
dengan negara-negara yang menyediakan pendidikan akademik. Faktor lain yang membantu menentukan pendaftaran di pendidikan tinggi meliputi investasi sumber daya suatu negara pada pendidikan yang lebih tinggi, penekanan pada pembelajaran postsecondary daripada masuk pasar kerja, tradisi mengenai penggunaan pendidikan tinggi untuk menyamakan kesempatan
pendidikan, dan sejauh mana perguruan tinggi dan
universitas mengakui hanya siswa berprestasi.
f.
Sekolah-sekolah Swasta
Perbedaan latar
belakang sejarah, struktur politik, pemeluk agama, konsep hukum dan
faktor-faktor lainnya memunculkan keragaman dalam ukuran dan fungsi pendidikan
swasta. Di beberapa negara, seperti Belanda lebih dari setengah siswa sekolah
dasar dan menengah memasuki sekolah swasta. Hal lainnya, pemerintahan di Kuba,
Korea Utara, dan negara-negara lainnya telah melarang adanya sekolah swasta
untuk menekan pemahaman-pemahaman yang berbeda dari ketentuan-ketentuan
pemerintah pusat. Di kebanyakan negara, siswa sekolah swasta jumlahnya kurang
dari 10% dari total jumlah pendaftaran.
g.
Tingkat Prestasi
Perbedaan prestasi sekolah antar negara telah menerima banyak perhatian karena Asosiasi
Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA) mulai mengadakan studi silang
secara nasional pada tahun 1960an. Salah satu proyek utama IEA adalah
mengumpulkan dan menganalisa data tentang prestasi 258.000 siswa dari 19 negara
dalam pendidikan kewarganegaraan, bahasa asing, kesusasteraan, membaca
pemahaman, dan ilmu pengetahuan. Studi ini menunjukkan berbagai tingkat pencapaian rata-rata di berbagai negara. Pada umumnya, peringkat Amerika Serikat
berada hampir di tengah-tengah di antara negara-negara yang termasuk dalam
studi tersebut. Para siswa di Amerika mampu meraih
prestasi menengah secara internasional dalam berbagai tes, hal tersebut
mengarah pada kesimpulan bahwa sekolah-sekolah di Amerika memerlukan adanya perbaikan.
Berdasarkan analisa data dari studi internasional ini, para sarjana telah mencapai kesimpulan yang meliputi hal-hal berikut ini:
§ Skor nasional pada mata pelajaran membaca, matematika, dan ilmu
pengetahuan cenderung sangat berkorelasi.
§ Siswa Amerika Serikat mencetak skor jauh di bawah skor para siswa
yang mencetak skor tertinggi nasional. Beberapa negara, termasuk Amerika
Serikat memiliki penyebaran yang lebih besar antara siswa berprestasi rendah
dan tinggi dari pada yang lainnya, seperti Finlandia, Jepang dan Korea. Namun
demikian, siswa Amerika yang berprestasi tinggi adalah sebanding dengan para peserta tertinggi di negara-negara lain.
§ Kelas
sosial betul-betul berkorelasi dengan skor tes prestasi di hampir seluruh
negara. Namun, penyebaran antara siswa kelas karyawan dan kelas menengah jauh lebih besar di negara-negara seperti Amerika Serikat dari pada di negara lainnya.
§ Karakteristik
pembelajaran (termasuk ukuran kelas, jumlah alokasi waktu yang dialokasikan
untuk pembelajaran, pengalaman para guru, dan jumlah pekerjaan rumah) umumnya
tidak berkorelasi dengan skor tes prestasi.
§ Beberapa analis telah menyimpulkan
bahwa kurikulum AS dan pengajarannya, khususnya di bidang
matematika, umumnya sangat dangkal. Prestasi biasa-biasa saja yang dihasilkan dari ajaran dangkal ini merupakan ancaman serius bagi daya saing internasional Amerika.
§ Peningkatan prestasi mahasiswa Amerika Serikat akan memerlukan perubahan sistemik yang melibatkan pengaturan standar, penilaian siswa, persiapan guru, metode pembelajaran, dan aspek lain dari sistem pendidikan Amerika.
Di satu sisi, pengamat mengklaim bahwa sistem pendidikan Amerika lebih memuaskan daripada yang sering digambarkan. Walaupun mengakui bahwa hal itu perlu perbaikan besar. Para pengamat ini menunjukkan faktor-faktor seperti berikut:
§ Para siswa kami umumnya tampil pada tingkat membaca yang relatif tinggi di luar kelas empat.
§ Faktor budaya mungkin yang menyebabkan banyak dari prestasi siswa relatif rendah.
§ Bertentangan dengan pernyataan kritik, prestasi di sekolah-sekolah AS telah meningkat selama beberapa dekade
terakhir, terutama mengingat meningkatnya pendaftaran
mahasiswa minoritas dari keluarga berpenghasilan
rendah. Perbaikan ini mungkin disebabkan oleh sebagian efek positif dari pendidikan kompensasi dan desegregasi sekolah serta upaya reformasi pendidikan.
B.
Permasalahan dan Prospek di Negara-negara Berkembang
Kekurangan
pendidikan di negara-negara berkembang merupakan sebab dan akibat dari
kemiskinan sehingga pemerintah nasional dan organisasi internasional benar-benar
telah mendukung ekonomi negara-negara berkembang dengan memperluas dan
memperbaiki sistem pendidikan mereka. Namun ternyata sangat sulit untuk
mencapai perbaikan sistem pendidikan yang tersebar luas, tahan lama, dan
seimbang di berbagai negara berkembang, karena beberapa faktor, di antaranya:
§ Kemiskinan secara nasional telah membatasi investasi pada
pendidikan.
§ Tantangan yang dihadapi oleh siswa yang multi lingual di beberapa
negara
§ Beberapa bangsa menghadapi ketidakstabilan politik
§ Terjadinya brain drain di beberapa negara berkembang yang dipicu
oleh ketiadaan pekerjaan dengan gaji yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Untuk memperbaiki pendidikan di
negara-negara berkembang, peneliti telah menyarankan
langkah-langkah berikut ini:
1.
Berinvestasi lebih banyak di sekolah dasar untuk memperluas
basis siswa yang dapat berpartisipasi dalam tingkat pendidikan yang
lebih tinggi
2.
Menghindari menekankan pelajaran pendidikan tinggi di mana siswa akan cenderung belajar di luar
negeri dan mungkin tidak kembali
3.
Membuat sekolah swasta merupakan bagian
integral dari rencana ekspansi pendidikan
4.
Memperluas upaya untuk meningkatkan
fungsi kognitif siswa
5.
Bekerja dalam mengatasi kendala yang membatasi pendidikan anak perempuan dan
perempuan
6.
Secara substansi meningkatkan persiapan guru
7.
Menggunakan kursus dan sistem belajar online, jaringan laptop, dan teknologi modern lainnya untuk memperluas kesempatan
pendidikan di semua tingkatan.
C.
Pembaharuan yang Patut Dicontoh: Sebuah Pilihan
Beberapa negara telah dihormati selama beberapa
dekade karena kualitas dan efektivitas pendidikannya, dimana mereka memberikan kesempatan kepada anak usia dini, pembelajaran
matematika, sekolah kejuruan, atau pengalaman
pendidikan penting lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan sistemik dan komitmen jangka panjang adalah kunci sukses sekolah. Berikut ini adalah beberapa contoh
sekolah yang efektif :
1.
Pendidikan Anak Usia Dini di Perancis
Perancis memiliki apa yang oleh banyak
peneliti dianggap sebagai sebuah model untuk layanan pra sekolah. Para
spesialis perlindungan anak dan para tokoh bangsa yang telah menguji sistem
Perancis melaporkan aspek-aspek program Perancis berikut ini sebagai bahan
pertimbangan yang cukup baik di Amerika Serikat:
§ Hampir seluruh anak memiliki akses ke sebuah sistem terkoordinasi
yang menghubungkan pendidikan usia dini, penitipan anak dan layanan kesehatan
§ Gaji orang tua yang cuti kerja setelah anak lahir atau adopsi
membantu untuk memelihara hubungan antara orang tua dan anak yang positif
§ Gaji yang baik dan pelatihan untuk para guru anak usia dini
membantu untuk menjaga omset rendah dan program yang berkualitas tinggi.
§ Hampir seluruh anak-anak terdaftar di program pra sekolah
§ Pemerintah menyediakan sumber daya tambahan untuk menjamin kualitas
tinggi pada tempat-tempat pendaftaran anak-anak
berpenghasilan rendah.
2.
Sekolah Dasar Membaca dan Matematika di Inggris
Salah satu
upaya reformasi sekolah yang paling mengesankan dalam pembelajaran membaca dan matematika berada di
Inggris. Berikut adalah rekomendasi gugus tugas literasi (melek huruf) dan
numerasi (berhitung) pemerintah nasional memprakarsai tindakan dan kegiatan,
termasuk yang berikut ini, mempengaruhi sekitar tiga juta siswa di sekitar dua puluh ribu sekolah tingkat SD:
§ Sebuah persyaratan bahwa
setiap sekolah memiliki sekurangnya jam literasi dan jam matematika harian,
bersama dengan pedoman dan standar tentang apa isi yang harus ditekankan pada
tiap-tiap level kelas untuk siswa yang berusia lima sampai sebelas tahun.
§ Pengurangan pada muatan kurikulum yang ditentukan di luar mata
pelajaran inti.
§ Dana tambahan dan sumber daya lainnya untuk sekolah berkinerja rendah
§ Menyediakan layanan ratusan ahli keaksaraan (literasi) dan konsultan matematika
§ Penekanan pada intervensi dini dan susulan untuk siswa yang
tertinggal mencakup kelas-kelas setelah sekolah, akhir pekan dan kelas
hari libur untuk siswa yang memerlukan
bantuan ekstra.
§ Pengangkatan lebih dari dua ribu guru matematika dan beberapa ratus
guru literasi sebagai guru utama untuk model latihan terbaik bagi teman-teman
sejawatnya.
§ Investasi utama pada buku-buku sekolah
§ Monitoring tetap dan evaluasi ekstensif oleh agen pemeriksa
nasional
3.
Pendidikan Matematika dan Sains di Jepang
Studi prestasi
internasional menunjukkan bahwa para siswa di Jepang secara konsisten mencapai
nilai yang tinggi dalam matematika, sains
dan bidang studi lainnya. Aspek-aspek tertentu dari pendidikan dan
masyarakat Jepang mungkin membantu catatan tingkat prestasi tinggi di antara
kaum muda Jepang. Sebagian besar dari karakteristik berikut ini berlaku untuk
pendidikan di Jepang pada umumnnya, tidak hanya untuk program matematika dan
sains.
Daftar
faktor-faktor yang tidak berkaitan itu panjang. Dan para peneliti tetap tidak
yakin faktor mana yang penting. Barangkali semuanya penting.
§ Tempat penitipan anak terkemuka membantu mempersiapkan
anak-anak untuk sukses sekolah.
§ Keterlibatan orang tua yang intens sangat diharapkan. Terutama para
ibu memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap keberhasilan anak-anaknya di
sekolah.
§ Para siswa masuk sekolah selama 240 hari pertahun (bandingkan
dengan di Amerika yang hanya kurang dari 200 hari)
§ Para siswa diberi banyak tanggung jawab untuk sekolah, bekerja, dan
belajar, yang dimulai sejak usia dini.
§ Banyak sekali pekerjaan rumah yang dihubungkan dengan pelajaran di
kelas yang telah menyumbang untuk prestasi tinggi siswa
§ Rencana dan penyampaian yang hati-hati tentang kurikulum nasional
membantu siswa memperoleh konsep penting dalam sebuah percontohan dan kerangka
yang menyeluruh.
§ Dibandingkan dengan praktek sekolah dasar di Amerika dan di berbagai negara lainnya,
pelajaran-pelajarannya menekankan pada pembelajaran hafalan
§ Sekolah-sekolah menekankan pada perkembangan karakter siswa dan
rasa tanggung jawab melalui berbagai latihan seperti memberikan tugas kepada siswa
dan mereka saling membantu dalam belajar
§ Pendidik cenderung untuk mengambil tanggung jawab belajar siswa.
Sebagai contoh, banyak guru menghubungi orang tua untuk merekomendasikan jadwal
pekerjaan rumah dan jam malam
§ Para calon guru harus melewati ujian dengan teliti dan diawasi
secara intens ketika mereka memasuki profesinya.
§ Para pendidik Jepang relatif memiliki status sosial yang tinggi
yang mempertinggi otoritas mereka dalam bekerja dengan para siswa dan orang
tua.
§ Jadwal sekolah menyediakan waktu yang sungguh-sungguh untuk
menasihati siswa, merencanakan pembelajaran, dan melibatkan siswa dalam
aktifitas lainnya yang membuat guru lebih efektif.
§ Waktu yang banyak sekali dan dukungan yang tersedia untuk membantu
siswa yang lebih lamban membantu menghasilkan sedikit variabilitas dalam
prestasi dari pada di Amerika dan kebanyakan negara lainnya. Sekolah-sekolah
Jepang relatif sedikit memiliki siswa yang berprestasi rendah.
Orang-orang sudah akrab dengan sistem pendidikan Jepang yang
rupanya juga menunjukkan karakteristik yang negatif:
§ Penekanan yang muncul relatif terlihat pada pemikiran yang berbeda.
Beberapa peneliti percaya bahwa penekanan tidak hanya cukup pada kreatifitas
yang mungkin akan sangat menghambat pada perkembangan sosial dan ekonomi di
Jepang pada masa yang akan datang.
§ Kesempatan untuk siswa kelas karyawan dan perempuan di lembaga tinggi dan perolehan
status jabatan yang tinggi tampak sangat terbatas.
§ Sebagian karena terbatasnya kesempatan pendidikan yang lebih
tinggi, maka pendidikan lanjutan memberlakukan ujian.
§ Para siswa menghadapi tuntutan relatif sedikit sewaktu mereka
diterima di perguruan tinggi dan universitas.
§ Standar prilaku dan harapan di banyak sekolah Jepang sangat sempit
dan kaku di mana para peneliti percaya bahwa mereka menghasilkan terlalu banyak
kompromi.
§ Anak muda di Jepang tampak
menolak adat istiadat dan nilai-nilai tradisional di mana sistem pendidikan itu
ditemukan.
§ Banyak anak-anak berkebutuhan khusus menerima sedikit bantuan.
§ Gangguan tampak tersebar luas dan menumbuhkan permasalahan di
sekolah.
§ Sekolah-sekolah Jepang relatif sedikit melakukan pengenalan
komputer dan unsur-unsur teknologi moderen lainnya.
4.
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Wales
Sejumlah negara
memperluas sistem pendidikan mereka dengan memasukkan pembelajaran konservasi
energi, pendidikan lingkungan, dan aspek-aspek lain dari pendidikan
berkelanjutan, dalam hubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara
Uni Eropa, dan organisasi serta upaya-upaya internasional lainnya. Salah satu
negara yang menempuh cara ini adalah Wales – anggota dari Persatuan Kerajaan
(United Kingdom).
5.
Pendidikan Multikultural di Eropa dan Amerika Utara
Mungkin, tidak
ada negara yang menanggapi tantangan yang ditimbulkan oleh masyarakat multikultural. Namun demikian, banyak negara
telah menempuh upaya-upaya penting untuk menghasilkan layanan pendidikan yang
cocok untuk beragam kelompok siswa, terutama siswa-siswa minoritas yang
mengalami diskriminasi rasial, suku, dan agama atau yang tidak belajar bahasa nasional
di rumahnya. Pendekatan seperti yang berikut ini mungkin bisa menjadi model di
masa yang akan datang:
§ Amerika Serikat sedang mencoba menyediakan pendidikan bilingual
untuk jutaan siswa yang mempelajari bahasa Inggris.
§ Kanada telah mengimplementasikan program pendidikan bilingual yang
cukup besar dan juga sejumlah pendekatan untuk mempromosikan kurikulum dan
pembelajaran multi etnik.
§ Perancis telah menyediakan layanan pelatihan nasional untuk
membantu para guru belajar mengajar bahasa Perancis sebagai bahasa kedua.
§ Belgia menyediakan kelas-kelas penerimaan di mana anak-anak imigran
menerima pengajaran sampai dua tahun dari guru Belgia dan guru penutur asli.
D.
Kesimpulan: Konteks dan Tantangan Internasional Menghadapi
Sekolah-sekolah di Amerika Serikat
Beberapa pengamat percaya bahwa studi internasional tentang pendidikan menjadi semakin berguna karena masyarakat maju tumbuh lebih sama. Di
seluruh dunia lebih banyak warga menjadi kelas menengah dan sistem sekolah
serta lembaga lainnya sedang menekankan persiapan untuk menghadapi kemajuan
teknologi dan perubahan sosial yang cepat. Amerika Serikat telah menjadi
pemimpin internasional dalam upaya untuk memberikan kesempatan
pendidikan yang sama dan efektif bagi semua kelompok siswa, tetapi telah tergelincir dalam hal ini dibandingkan dengan negara-negara lain.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemaparan sebelumnya yang
menjelaskan mengenai persamaan dan perbedaan sistem pendidikan yang berada di
berbagai negara dunia, maka pada kali ini penulis akan membahas mengenai sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Yang dimana pada dasarnya letak kesamaan dan
perbedaan sistem pendidikan di Indonesia pun sesuai dengan yang telah
dipaparkan sebelumnya.
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian
mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional
pendidikan (SNP). SNP mencakup komponen standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian
pendidikan. Pencapaian berbagai standar tersebut digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan, mulai dari
PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan nonformal, sampai
dengan pendidikan tinggi (Depdiknas, 2005).
Permasalahan pendidikan yang terjadi memperlihatkan berbagai
kendala yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan seperti diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rendahnya
mutu sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu penyebab dari hal ini
(Tjalala: tt: 2).
Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu SDM bangsa
Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan di Indonesia saat
ini, oleh karenanya untuk meningkatkan SDM haruslah dibenahi dari setiap sisi
atau aspek segalaha hal- hal yang berkenaan dengan pendidikan Indonesia.
Berikut ini, merupakan beberapa faktor yang perlu menjadi bahan evaluasi sistem
pendidikan Indonesia menurut Hidayat (2013):
A.
Konsistensi
Politik
Sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki pasal 31 UUD yang mewajibkan
pemerintahan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional (ayat 3). Negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang
kurangnya 20 % (ayat 4). Dan, Pemerintah harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradapan kesejahteraan umat manusia (ayat 5).
Ketentuan dalam UUD tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk
Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan hasil dari
konsensus politik. Jika menggunakan analisis Henry M. Levin (1976) setidaknya
ada 5 pengaruh pengaruh politik terhadap pendidikan yaitu: (1) politik
berpengaruh pada aktivitas pendidikan dalam penciptaan nilai-nilai dan
harapan-harapan warga negara seperti apa yang dibutuhkan oleh negara, (2)
politik berpengaruh pada anggaran pendidikan, (3) politik berpengaruh terhadap
sumberdaya pendidikan seperti gaji guru, sarana prasarana penunjang kegiatan
belajar, dan pelatihan guru, (4) politik berpengaruh pada system persekolahan
seperti struktur sekolah, sistem penghargaan terhadap guru, dan sistem
penerimaan siswa, (5) politik berpengaruh pada mutu lulusan yang dilihat dari
bagaimana lulusan pendidikan berperilaku politik, berperilaku budaya,
berperilaku ekonomi dan berperilaku sosial.
Berdasarkan analisis Levin di atas dapat ditarik simpulan bahwa
kegagalan pelaksanaan sistem pendidikan nasional sangat dipengaruhi oleh
politik baik dalam penentuan nilai-nilai dan karakter manusia yang dibutuhkan, penentuan
besarnya dana untuk pendidikan, penentuan proses belajar mengajar, dan
penentuan perilaku warga negara yang diharapkan.
Tabel di bawah ini akan mendeskripsikan beberapa contoh
ketidakonsistenan yang dilakukan para pengambil kebijakan baik DPR maupun
pemerintah dalam menindaklanjuti tujuan pendididikan yang tertuang dalam UUD 1945.
|
No
|
UUD 1945
|
UU No.20/2003
|
Bukti tidak konsisten
|
|
1
|
“mencerdaskan
kehidupan bangsa” dan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional”
|
Bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada TYME, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
|
Tidak memuat
ketentuan tentang upaya membangun bangsa dan pernyataan bertanggungjawab
tidak dijelaskan bertanggug jawab kepada siapa? UU No.2/1989 merumuskan “serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
|
|
2.
|
UUD 1945
menganut paham negara bangsa (kemerdekaan hak segala bangsa, supaya berkehidupan
bangsa yang bebas, mencerdaskan kehidupan bangsa, disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia)
|
Pasal 37 UU
No.20/2003 tentang kurikulum tidak ada kurikulum bahasa Indonesia, tidak ada
sejarah Indonesia. Pasal UU No.2/1989 pasal 34 terdapat kurikulum (1)
Pancasila, (2) Bahasa Indonesia, (3) Sejarah Indonesia dan bsejarah umum.
|
Bukti
pemerintah dan DPR sebagai pembuat UU tidak konsisten memperjuangkan negara
bangsa sebagai mana amanat UUD 1945.
|
|
3.
|
Indonesia
sebagai Negara bangsa
|
Pasal 65 ayat
(2) UU No.20/2003 menyebutkan secara tidak langsung mengijinkan anak
Indonesia di tanah airnya sendiri sekolah disekolah asing.
|
Bersekolah
asing di tanah air sendiri berimplikasi pada terkikisnya rasa patriotisme dan
nasionalisme.
|
|
4.
|
Sistem pendidikan
nasional berarti melahirkan kewarganegaraan yang berkualitas.
|
Menurut UU
No.20/2003 untuk menjadi kewarganegaraan yang berkualitas diisi dengan mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dari SD sampai perguruan tinggi.
|
Tidak ada
arahan atau PP tentang isi dan berapa jam per minggu untuk mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan tersebut.
|
B.
Pendanaan Pendidikan
Masalah ketidakkonsistenan pendanaan pendidikan antara yang
disebutkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (4) bahwa Negara harus memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari APBN/APBD dengan kenyataan dan
praktik pendanaan pendidikan. Kenyataanya bahwa anggaran penyelenggaraan
pendidikan sebesar 20% APBN/APBD tersebut didalamnya sudah termasuk gaji guru
dan lain-lain.
Ketidakonsistenan dalam pendanaan pendidikan menyebabkan sarana
pendukung pendidikan seperti gedung sekolah, lapangan olah raga, dan alat
prasarana lainya menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan. Ketidakonsistenan pendanaan
juga menyebabkan pengembangan sekolah dan mutu lulusan menjadi rendah.
Ketidakmampuan dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu tersebut
menyebabkan posisi Indonesia dalam kancah persaingan global terpuruk. Menurut catatan
UNDP tahun 2006, Human Development Index (HDI) Indonesia hanya menduduki
ranking 69 dari 104 negara. Adapun tahun 2007, menempatkan Indonesia berada
pada urutan ke- 108 dari 177 negara. Penilaian yang dilakukan oleh lembaga
kependudukan dunia/UNDP tersebut menempatkan Indonesia di posisi yang jauh
lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. Sementara berdasarkan
Global Competitiveness Indeks tahun 2008 menurut sumber Bank Dunia 2009,
Indonesia berada di peringkat 54 dari 134 negara. Pada periode yang sama, kualitas
sistem pendidikan Indonesia juga berada pada peringkat 23. Di mata WEF,
Indonesia disejajarkan dengan Gambia, masuk dalam kategori Negara low-income
countries.
Tabel di bawah ini akan mendeskripsikan mengenai contoh
ketidakkonsistenan dalam pendanaan pendidikan antara yang diatur oleh UUD 1945
dengan UU No.20/2003.
|
UUD
1945
|
UU
No.20/2003
|
Bukti tidak konsisten
|
|
Pasal 31 Ayat
(4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari APBN dan APBD untukmemenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional”.
|
Pasal 6 ayat
(2): “setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan”. Pasal 7 ayat (2): “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”. Pasal 12 ayat (2) : “setiap peserta
didik berkewajiban : ikut menanggung biaya-biaya
Penyelenggaraan
pendidikan, kecuali yang
dibebaskan
dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Pasal 46 ayat
(1):
“Pendanaan
pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat”.
Pasal 49 ayat
(3): “Dana Pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan
pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai peraturan perundang-undangan
yang
berlaku”.
|
Fakta ini menunjukan
betapa UU No.23/2003
dalam pembiayaan pendidikan bertentangan
dengan UUD
1945.
|
C.
Penyediaan Guru Professional
Salah satu hal penting dalam pengembangan proses pembelajaran yang
bermakna adalah tersedianya guru-guru yang profesional. Penyediaan guru yang
profesional selama ini terabaikan. Selama ini profesionalitas guru-guru di
Indonesia beragam. Jika jabatan profesionalitas guru disejajarkan dengan jabatan
profesional lainya seperti dokter dan pengacara, maka profesionalitas guru
masih tertinggal. Oleh karena itu, harus ada peningkatan jabatan guru sebagai
jabatan profesional, suatu jabatan yang diperoleh melalui pendidikan tingkat
lanjut (advanced) dan latihan khusus (special training).
Salah satu kekurangan dalam pendidikan guru sebelum menjabat
sebagai guru yaitu praktek profesional. Pada tahap ini selama 2 semester para
mahasiswa belajar menerapkan berbagai pengetahuan dasar akademik profesional. Pada
tahap ini para mahasiswa 2/3 waktunya berada dalam lingkungan sekolah untuk
mengamati, memimpin, dan membimbing proses pembelajaran dibawah supervisi tim
dosen profesional. Jadi pendidikan guru mininal ditempuh 8 semester yaitu 6
semester untuk menguasai ilmu-ilmu dasar dan ilmu kependidikan, sisanya untuk
melakukan praktek profesional.
D.
Tujuan dan Bahan Ajar
Tujuan pendidikan nasional yang terdapat dari UU pendidikan, baik
dalam UU yang pernah berlaku di Indonesia maupun yang sekarang masih berlaku
dapat dirumuskan bahwa pendidikan nasional diharapkan melahirkan manusia yang
religius dan bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani
dan rohani, dan berkepribadian dan bertanggung jawab.
Tujuan tersebut di atas masih bersifat universal sehingga jika
dikontraskan dengan karakteristik masyarakat moderen era globalisasi dan
segenap tantangan serta kesempatan yang ada, maka pendidikan nasional
diharapkan melahirkan manusia Indonesia yang berkualitas yang mampu mendukung
antara lain: sistem politik demokrasi yang stabil berdasarkan Pancasila,
mendukung sistem ekonomi nasional yang mantap infrastruktur fisiknya,
infrastruktur teknologinya, infrastruktur tenaga manusianya, berkembang
wirausahanya dan tumbuh pengusaha kecilnya, mendukung sistem pengembangan IPTEK
yang tangguh, mendukung majunya kebudayaan dalam berbagai kesenian, kesusastraan,
maupun dimensi kognitif dan normatif dari kebudayaan nasional, dan mendukung mantapnya
etika sosial.
E.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran yang bermakna hanya mungkin dicapai bila proses
pembelajaran dapat merangsang, menantang, dan menyenangkan sehingga mencapai tingkat
“joy of discovery” seperti yang dikemukakan oleh Whitehead. Jika
dikaitkan dengan usulan UNESCO mengenai 4 pilar pembelajaran yaitu learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together,
maka dalam keempat pilar tersebut harus sampai pada tingkat “joy of dicovery”.
Pendidikan yang berlangsung selama ini pada umumnya tidak
menghasilkan sesuai tujuan pendidikan nasional. Ini salah satunya disebabkan proses
pembelajaran yang tidak bermakna karena proses pembelajaran selama ini tidak
pernah mencapai tingkatan joy of dicovery pada learning to know, joy
of being succesfull in achieving objective pada learning to do dan
joy of getting to gether to achieve common goalpada learning to live
together.
Gagalnya proses pendidikan yang menyenangkan tersebut menyebabkan
kegagalan dalam membentuk kepribadian (learning to be) yang mantap,
kreatif dan mandiri. Selama ini proses pembelajaran di sekolah lebih banyak hanya
mendengar, mencatat, dan menghapal. Pembelajaran yang tidak menarik akan
mengakibatkan siswa malas belajar dan enggan bersekolah. Data penelitian Progress in International Reading
Literacy Study PIRLS 2006 menunjukan bahwa tingkat
ketidakhadiran siswa Indonesia pada tingkat yang sangat serius mencapai 42%.
Adapun beberapa negara yang tingkat ketidakhadiranya paling rendah yaitu
Hongkong, Taiwan, Skotlandia, Austria, Norwegia, Belanda, dan Belgia32.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dipandang perlu untuk untuk
mengubah paradigma dari paradigm pembelajaran yang hanya mendengar, mencatat,
dan menghapal menjadi paradigma proses pembelajaran student center atau
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan mengedepankan proses
pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning).
F.
Evaluasi Sesuai Tujuan
Evaluasi pendidikan merupakan bagian dari strategi pembelajaran
yang dipandang dari teori belajar sosial (social learning theory) merupakan
bagian dari reinforcement strategy yang memiliki tujuan untuk menumbuhkan
sikap dan kemampuan yang diharapkan, seperti etos kerja yang tinggi, disiplin,
dan belajar secara terus menerus. Oleh karena itu, model evaluasi harus
komprehensif, terus menerus, dan objektif. Evaluasi yang komprehensif bermakna
untuk menilai berbagai kemampuan seperti dimensi ketekunan, ketelitian,
disiplin dalam belajar, disiplin waktu, disiplin diri, kemandirian, sikap
demokratis, rasa tanggung jawab, dan kejujuran, bukan seperti yang selama ini
hanya menilai kemampuan kognitif saja. Terus menerus bermakna evaluasi yang sasarannya
meliputi segala dimensi pembelajaran sebagai proses pembudayaan bila dilakukan
secara terus menerus tanpa dirasakan sebagai beban melainkan sebagai sarana
untuk meningkatkan motivasi dan tanpa sikap yang diharapkan terbentuk sebagai
bagian dari upaya tercapainya tujuan pendidikan nasional. Objektif bermakna
bahwa evaluasi itu tidak ada bias dan tidak ada negosiasi dalam memberikan
penilaian.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menganut model pembelajaran active
learning dan student center learning untuk mewujutkan sekolah
sebagai pusat pembudayaan kemampuan, nilai dan sikap. Atas dasar tujuan evaluasi
tersebut maka ujian nasional tidak dapat menunjang tujuan tersebut. Ujian
nasional yang dilakukan sekali pada akhir jenjang pendidikan dalam
beberapa mata pelajaran dalam bentuk tes objektif sukar diharapkan dapat membudayakan
berbagai dimensi pembelajaran. Ekses dari ujian nasional adalah terjadinya
proses belajardi sekolah sebagai proses menghafal dan latihan menjawab
soal.
Ujian nasional (UN) hakekatnya memperkuat model pembelajaran yang
mengutamakan kegiatan mendengar, mencatat, dan menghafal suatu proses
pembelajaran yang sejak tahun 1971 ingin ditinggalkan, tetapi karena alasan ketersediaan
dana model ini terus berjalan. Melalui Undang-Undang tahun 2003 model semacam
ini sesungguhnya ingin ditinggalkan tetapi malah diperkuat dengan ditetapkannya
UN sebagai penentu kelulusan. Jika UN disebut hanya untuk menguji dimensi
kognitif itupun masih dirasa kurang karena kemampuan kognitif dalam artian yang
luas meliputi kemampuan meneliti, kemampuan menganalisis, kemampuan menilai,
kemampuan mengidentifikasi masalah, dan kemampuan memecahkan masalahyang
kesemuanya memerlukan kemampuan membaca, kemampuan menuliskan pemikiran dan
laporan, kemampuan kalkulasi, yang kesemuanya perlu dibudayakan sehingga segala
kemampuan yang berkembang menjadi bagian dari sistem kepribadian peserta didik
yang meliputi watak dan moralnya.
Kondisi jelas bukan merupakan alasan untuk terus merasa terpuruk,
karena sistem pendidikan Indonesia juga telah menghasilkan juara-juara
olimpiade di bidang Matematika, Fisika dan Biologi. Artinya, Indonesia masih
mempunyai potensi yang bila dikelola dengan baik akan berubah menjadi kekuatan
yang bisa mengimbangi negara-negara maju.
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, berdasarkan
buku Foundation
of Education, maka di sini penulis
sekurang-kurangnya dapat berkesimpulan sebagai berikut:
·
Ada Kesamaan
dan Perbedaan diantara Sistem Pendidikan yang Ada di Dunia. Adapun kesamaanya
terletak pada: latar belakang tingkat sosial dan lulusan sekolah, masyarakat
yang multicultural serta pendekatan pengajaran dan kondisinya. Selanjutnya
letak perbedaanya dpat dilihai dari: sumber-sumber yang diterapkan dalam pendidikan, meluasnya
sentralisasi, muatan kurikulum dan penekanan dalam pembelajaran , pendidikan
kejuruan dengan pendidikan akademik, pendaftaran di sekolah-sekolah yang lebih
tinggi, sekolah-sekolah non-publik, dan tingkat prestasi.
·
Permasalahan
dan Prospek di Negara-negara Berkembang. sangat sulit untuk mencapai perbaikan
sistem pendidikan yang tersebar luas, tahan lama, dan seimbang di berbagai
negara berkembang, karena beberapa faktor, di antaranya: kemiskinan secara
nasional telah membatasi investasi pada pendidikan, tantangan yang dihadapi
oleh siswa yang multi lingual di beberapa negara, beberapa bangsa menghadapi
ketidakstabilan politik, terjadinya brain drain di beberapa negara berkembang
yang dipicu oleh ketiadaan pekerjaan dengan gaji yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
·
Untuk
memperbaiki pendidikan di negara-negara berkembang, peneliti telah menyarankan
langkah-langkah seperti berikut: berinvestasi lebih banyak di sekolah dasar untuk memperluas basis siswa
yang dapat berpartisipasi dalam tingkat pendidikan yang lebih tinggi, menghindari menekankan pelajaran pendidikan tinggi di mana siswa akan cenderung belajar di luar negeri dan mungkin tidak kembali, membuat sekolah swasta merupakan bagian integral dari rencana ekspansi pendidikan, memperluas upaya untuk meningkatkan fungsi kognitif siswa, bekerja dalam mengatasi kendala yang membatasi pendidikan
anak perempuan dan perempuan, secara
substansi meningkatkan
persiapan guru, menggunakan kursus dan sistem belajar online, jaringan laptop, dan teknologi modern lainnya untuk memperluas kesempatan
pendidikan di semua tingkatan.
·
Pembaharuan
yang Patut Dicontoh: pendidikan anak usia dini di Perancis, sekolah dasar
membaca dan matematika di Inggris, pendidikan matematika dan sains di Jepang,
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di Wales, pendidikan multikultural
di Eropa dan Amerika Utara.
·
Sistem
pendidikan Indonesia saat ini memang berada di peringkat yang kurang
membanggakan. Dalam rangka meningkatkan mutu bangsa Indonesia, maka diperlukan
langkah-langkah strategis dan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, sistem
evaluasi, dan perbaikan yang terus-menerus sistem pendidikan Indonesia.
B.
Rekomendasi
Berdasarkan atas apa yang telah dibahas dalam chapter repor ini, penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut;
1.
Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami konsep sisitem
pendidikan yang ada di berbagai negara letak kesamaan serta perbedaanya.
2.
Semoga apa yang telah disampaikan dalam chapter repor ini dapat
menambah kecintaan kita terhadap negeri ini, yang dapat diwujudkan dengan
selalu mengevaluasi dan memeperbaiki sisitem pendidikan di Indonesia menjadi
lebih baik lagi. Karena pendidikan telah menjadi sebuah keniscayaan bagi peningkatan
kualitas suatu bangsa.
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. (2005). Rencana
strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Jakarta: Pusat
Informasi dan Humas Depdiknas.
Hidayat, R. (2013). Evaluasi
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. 2nd International Seminar on Quality and
Affordable Education (ISQAE 2013) , pp. 235- 244,
Ornstein, dkk. (2011). Foundations of Education. Kanada :
Wadsworth, Cengage Learning.
Ramly, N. (2005). Membangun
Pendidikan yang Memberdayakan dan Mencerahkan. Jakarta: Grafindo.
Sadulloh, U. (2007). Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta CV.
Tjalala. (tt). Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari
Hasil-hasil Studi Internasional. Universitas Negri Jakarta, pp 1- 22,
Triwiyanto, T. dan Sobri, A. Y.
(2010). Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Comments
Post a Comment