Definisi Unit/Satuan Semantik ­(al-Wihdah al-Dilaliyyah)

***DiadaraF***
Mengenai satuan semantik/ makna, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para Linguis modern akan istilah untuk satuan makna tersebut. Ada yang mengatakan semantic unit sebagai terjemahan dari alwihdatu ad dilaliyah. Ada juga yang mengatakan istilah sememe untuk satuan makna tersebut, dan istilah ini untuk pertama kalinya dimasukan kedalam ilmu linguistic oleh seorang linguis Swedia yang bernama Adolf Noreen pada tahun 1908. Adapun diperknalkannya istilah ini di bidang linguistic Amerika oleh Bloomfield pada tahun 1926 (Umar, 1998: 31).
Selain terdapatnya perbedaan dikalangan para Linguis modern mengenai istilah yang tepat untuk al wihdatu ad dilaliyah mereka juga  berbeda pendapat akan pengertiannya, mengenai hal tersebut yang dikemukakan oleh para linguis, diantaranya yaitu:
1.      Unit/satuan semantik adalah satuan terkecil untuk makna (الوحدة الصغرى للمعنى).
2.      Kumpulan dari pandangan-pandangan sekilas yang mempunyai karakteristik (تجمع من الملامح التمييزية).
3.      Perluasan dari perkataan yang membalikan hal yang saling berlainan secara makna (امتداد من الكلام يعكس تباينا دلاليا).
Macam-macam Satuan Semantik
Terdapat sebuah pembagian dalam al wihdatu ad dilaliyah tersebut sebagaimana Nida (Umar, 1998: 32) membagi satuan makna ke dalam empat bagian yang penting sebagai berikut:
1.      Kata tunggal (الكلمة المفردة).
2.      Susunan/struktur kalimat (أكبر من الكلة / التركيب).
3.      Morfem terikat (أصغر من الكلمة / مورفيم متّصل).
4.      Bunyi tunggal (صوت مفرد).

Keempat bagian tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut:

 




















1.      Kata tunggal (الكلمة المفردة)
Dari gambar di atas, ketika kita menghubungkannya dengan al wihdatu ad dilaliyah maka dapat kita pahami الكلمة atau kata menurut Chaer (2002: 162) kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Kata tunggal merupakan bagian yang sangat penting dalam tatanan satuan semantik. Sehingga sebagian dari para linguis menyebut kata dengan sebutan “unit semantik terkecil”. Berkenaan dengan itu, beliau pun Chaer (2002: 163) menjelaskan bahwa batasan kata yang dibuat oleh BloomField sendiri, yaitu satuan bebas terkecil. Mungkin dari kata inilah yang akan menyusun sebuah frase kemudian kausa lalu kalimat bahkan paragraf. Oleh karena itu, kata merupakan satuan terkecil dari suatu makna.
فالكلماتُ (كتَب),(بكَت),(تكَب),(بتَك),(تبَك),(كبَت) ممكنةٌ من الناحِيةِ النظرية, تتكوّنُ مِن الوحدات الصوتِية نفسٍها,ولكنّها تختلِفُ في الترتيب هذه الوحدات فى داخل الكلمات, و بعضُ هذه الكلمات موجودٌ فعلاً فى واقعِ العربيةِ و بعضها غير موجودٍ فى الواقع,مع أنّه ممكنةٌ من الناحيةِ النظريةِ.
Dari segi teori, kata-kata: كتب,بكت,تبك,تكب,بتك,كبت,itu memungkinkan; kata-kata itu tersusun dari satuan yang sama, tetapi berbeda dalam susunan satuan ini di dalam kata Sebagian kata ini betul--betul ada secara nyata dalam bahasa Arab dan sebagian lainnya tidak ada dalam kenyataannya padahal itu memungkinkan dari segi teori.
Dengan demikian, kata merupakan satuan terkeci dari makna. Dari huruf ك ت ب  dapat hadir beberapa kata walaupun seperti yang dijelaskan Hijaziy Sebagian tersebut ini betul--betul ada secara nyata dalam bahasa Arab dan sebagian lainnya tidak ada dalam kenyataannya padahal itu memungkinkan dari segi teori. Di samping itu, dapat kita pahami bahwa sebuah makna kata tidak dapat dipahami dengan tepat tanpa kita mengetahui terlebih dahulu kata-kata yang berada di depan maupun yang ada dibelakang kata yang ingin kita pahami tersebut.
2.      Susunan/struktur kalimat (أكبر من الكلمة / التركيب)
Adapun unit/satuan semantik yang lebih besar dari kata yaitu sesuatu yang tersusun dari satuan-satuan kata.
a.       Ungkapan/idiom (التعبير)
Lalu selain itu juga sebuah makna dalam suatu tarkib tidak dapat dipahami maknanya secara leksikal karena untuk sebuah tarkib itu tersendiri mengandung makna literal dan makna tak literal, seperi ungkapan Arab ضرب كفا بكف yang mengandung makna تحيّر’  (bingung). Dalam bahasa Inggris terdapat ungkapan ‘Spill the beans’ yang mempunyai makna ‘يوضح’ (jelas) atau ‘يكشف’ (terbuka).
b.      Struktur kesatuan (التركيب الموحد)
Struktur kesatuan yaitu bukan merupakan kata majemuk yang maknanya dibentuk dari satu morfem bebas yang disandarkan kepada satu atau dua morfem terikat. Nida mendefinisikan, bahwa  struktur kesatuan yaitu struktur yang terdiri dari dua bentuk kata yang bebas atau lebih. Atau terdiri dari kumpulan kata yang bebas berkumpulnya dengan metode yang berbeda-beda dari tingkatan semantik untuk kata pokok/head word.
Contoh struktur kesatuan seperti: kata “pine apple” yang mana bukan merupakan jenis ‘التفاح’ (apel), akan tetapi artinya yaitu “buah nanas”. Kemudian ada contoh kata “white House” yang mana maknanya bukan menunjukan kepada sebuah bangunan, akan tetapi sebuah lembaga pemerintahan.
c.       Ungkapan majemuk (التعبير المركب)
Adapun ungkapan majemuk itu berbeda dengan ungkapan kesatuan, yang mana kata pokoknya selalu cocok terhadap lingkup semantik itu sendiri. Contoh ungkapan majemuk seperti: Field work (mengolah ladang) dan house-boat (rumah perahu).
3.      Morfem terikat (أصغر من الكلمة / مورفيم متّصل)
Satuan semantik yang berupa bentuk yang lebih kecil dari kata itu meliputi morfem terikat. Adapun mengenai morfem Chaer (2002: 151) menjeaskan bahwa
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adaah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut ke dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk ain. Kalau bentuk tersebut bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk ain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.
Dari pendapat di atas, maka singkat penulis menyatakan bahwa morfem merupakan satuan bentuk yang muncul secara beruang-uang dengan bentuk lain akan tetapi maknanya tetap sama.
Adapun mengenai morfem muttasil (morfem terikat) Chaer (2002: 152) menjelaskan bahwa morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam peraturan. Sebagai contohnya penulis mengambil kata رجلان dimana morfem dasarnya ialah رجل. Sedangakan morfem lainnya/morfem terikat ialah ان. Ketika mengatakan morfem terikat berarti ada morfem yang tak terikat yang dinamakan morfem bebas. Berkenaan dengan hal tersebut, Chaer (2002: 151) menyatakan bahwa morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam sebuah pertuturan. Misalnya: rumah, sakit, makan.
4.      Bunyi tunggal/lebih kecil dari morfem (صوت مفرد)
Satuan semantik yang berupa bunyi tunggal/lebih kecil dari morfem contohnya seperti makna dhamah pada mutakallim (orang pertama), fathah pada mukhatab (orang kedua laki-laki), dan kasrah pada mukhatabah (orang kedua perempuan), yaitu dhamir-dhamir ­pada kata: كتبتُ – كتبتَ – كتبتِ . Dhamah menunjukan nomaden dan kasrah menunjukan tetap dalam bahasa Arab. Apabila terdapat dua kata, yang satu meliputi dhamah pada kata tersebut dan yang lainnya mengandung kasrah. Maka dapat diketahui bahwa bentuk yang mengandung dhamah menunjukan lingkungan nomaden dan yang mengandung kasrah menunjukan lingkungan tetap/peradaban.
Contoh pernyataan di atas seperti dalam dialek modern, yaitu kata ‘زهق’ yang dibaca dengan dua dhamah atau dua kasrah. Begitu juga dengan kata ‘صغر’ dan ‘صبر’.   Kemudian dalam dialek kuno, seperti ‘أسوة’ yang hamzah-nya dibaca dhamah dan kasrah. Kedua-duanya dibaca di dalam al-Qur’an. Begitu juga dengan kata ‘قدرة’ yang huruf qaf-nya dibaca dhamah dan kasrah. Kedua keadaan tersebut disebutkan di dalam kamus-kamus bahasa Arab.
Dr. Ibrahim Anis mengatakan: “Suku-suku baduwi secara umum cenderung pada ukuran yang halus sebagai pengganti dhamah karena hal tersebut menunjukan bukti-bukti akan kekasarannya. Maka ketika suku peradaban membaca kasrah, kita akan menemukan suku baduwi membaca dhamah. Kasrah dan dhamah  apabila dilihat dari segi suara itu saling menyerupai karena keduanya termasuk ke dalam suara lembut yang sempit”.

Contoh kecenderungan suku baduwi terhadap bunyi-bunyi yang kasar dan suku peradaban terhadap bunyi-bunyi yang halus seperti dalam ‘فاضت نفسه’ merupakan bunyi kasar dan ‘فاظت نفسه’ merupakan bunyi yang halus. Dan kecenderungan suku baduwi terhadap bunyi-bunyi yang keras dan suku peradaban terhadap bunyi-bunyi yang pelan seperti bacaan Ibnu Mas’ud ‘عتى حين’ dalam ‘حتى حين’. 

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

KAJIAN BALAGHAH: JINAS

المشاكلة في البلاغة