Bahasa Fusha: Kelahirannya

Ely S. & Diadara S.
Di zaman pra islam, masyarakat Arab mengenal stratifikasi kefasihan bahasa. Kabilah yang dianggap paling fasih dibanding yang lain adalah Quraisy yang dikenal sebagai tsurrat al-Arab (pusarnya masyarakat arab). Kefasihan bahasa Quraisy ini terutama ditunjang oleh tempat tinggal mereka yang secara geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non arab dari segala penjuru. Dibawah kefasihan Quraisy adalah bahasa kabilah Tsaqif, Hudzail, Khuzā‘ah, Bani Kinānah, Ghatafān, Bani Asad dan Bani Tamim, menyusul kemudian kabilah Rabi‘ah, Lakhm Judzām, Ghassān, Iyādh. Qadhā‘ah dan Aram Yaman yang bertetangga dekat dengan Persia, Romawi dan Habasyah (Ya’kub, 1982: 144- 145).
Berdasarkan atas apa yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada jaman jahiliah atau pra-Islam masyarakat Arab memiliki bermacam-macam dialek akibat perbedaan tempat tinggal dan kebutuhan sosial-budaya masing-masing kabilah, Pada gilirannya, dipelopori oleh kabilah Quraisy yang memiliki kekuasaan politik, ekonomi dan agama, seluruh kabilah Arab dapat merumuskan lingua franca yang dijadikan bahasa lintas kabilah, Lingua franca antarkabilah Arab di jaman pra-Islam itu adalah bahasa fusha.
Meskipun demikian dialek-dialek kabilah masih diakui keberadaannya, dan pada saat itu, tidak disebut sebagai lahn atau penyimpangan bahasa.
Setelah itu, setelah datangnya Islam bahasa Arab yang digunakan sebagai bahasa kitab suci umat Islam telah menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum muslimin di seluruh dunia untuk mempelajarinya. Akibatnya bahasa Arab yang semula hanya merupakan bahasa regional yang digunakan di kawasan semenanjung Arab dengan beberapa dialek yang ada di kawasan tersebut, menjadi bahasa yang digunakan oleh penutur yang berada di kawasan dua benua, yaitu Asia Barat, Afrika Utara dan beberapa Negara di kawasan Afrika Tengah. Bahasa Arab telah menjadi bahasa Asing yang dipelajari di pelbagai belahan dunia dan menjadi bahasa resmi di beberapa Negara. Di dalam penggunaanya pasti akan terjadi kontak di dalam bahasa Arab yang mengakibatkan munculnya fenomena diglosia di dalam masyarakat Arab.
Sejak kedatangan Islam itu lah, kedudukan bahasa bersama (lingua franca) makin kokoh. Persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab pun mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab Alquran dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa bersama yang nota bene digunakan Alquran. Sebagai bahasa agama, di samping keunggulan obyektif yang dimiliki, bahasa Arab Alquran dianggap lebih pantas untuk digunakan.

Dengan demikian, setelah datangnya Islam, masyarakat Arab lebih suka menggunakan bahasa fusha yang digunakan oleh Al-Qur'an dan hadis Nabi, dalam rangka makin memperkokoh persatuan antarmereka. Dan sejak saat itu, muncullah antusiasme yang besar pada masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa Alquran.

Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

KAJIAN BALAGHAH: JINAS

المشاكلة في البلاغة