AQIDAH AL BADAA’ LI SYI’AH


HFD
            Makna al badaa’ adalah penampakan sesuatu setelah sebelumnya tersembunyi, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala.
وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ
“dan Sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.”
Atau bermakna munculnya pendapat baru yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana firman Allah Ta’ala;
ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا رَأَوُا الْآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ
“kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu.”
Al Badaa berdasarkan kedua tinjauan, makna ini memberikan konsekuensi adanya kebodohan yang mengawali munculnya sebuah ilmu pengetahuan, dan kedua hal tersebut mustahil disandarkan kepada Allah Ta’ala, karena ilmu Allah Ta’ala adalah ilmu yang azali dan abadi, berdasarkan firman-Nya;
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
Namun kaum Syi’ah berpendapat bahwa al badaa’ terjadi pada Allah Ta’ala, sebagaimana yang ditunjukkkan oleh ungkapan-ungkapan mereka berikut yang disadur dari beberapa referensi utama mereka:
Muhammad bin Ya’kub al Kulaiani menyebutkan dalam kitabnya, ushulul kafi, sebuah bab yang seluruhnya berisi tentang al badaa’. Dia menamakannya bab al badaa’. Kemudian dia menyebutkan riwayat yang sangat banyak, kami akan menyebutkan sebagian di antaranya;
Dari Zurarah bin A’yun dari salah seorang di antara keduanya, dia mengatakan, “Tidaklah Allah disembah dengan yang setara dengan Al badaa’.” Dan dalam riwayat Ibnu Abi ‘Umairdari Hisyam bin Salim dari Abu ‘Abdillah, “Tidaklah Allah diagungkan dengan sesuatu yang serupa dengan al Badaa.
Dari Murazim bin Hakim, dia mengatakan, “Aku telah mendengar Abu ‘Abdilah mengatakan, “Tidaklah seorang Nabi diangkat menjadi Nabi hingga ia membenarkan Allah pada lima perkara: al badaa’, al Masyii’ah, as sujuuud, al ‘ubuudiyyah, dan ath Tha’ah (keta’atan).
Dari ar Rayyan bin ash Shalt, dia mengatakan, “Aku mendengar ar Ridha mengatakan, “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dengan membawa pengharaman khamr dan membenarkan adanya al badaa bagi Allah.
Al Kulaini juga mengutip, “Tampak Bagi Allah pada diri Abu Muhammad setelah Abu Ja’far yang mana sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya, sebagimana telah tampak bagi Allah pada Musa setelah berlalunya Isma’il, seperti yang tersingkap dari keadaannya. Dan hal tersebut sebagaimana yang engkau sampaikan walau para pelaku kebatilan membencinya. Sementara Abu Muhammad anakku adalah pengganti setelahku. Dan dia memiliki sebuah ilmu yang dia butuhkan dan dia memiliki peranghkat imamah (kepemimpinan).
Sungguh mereka telah berdusta atas Allah dalam hal ini dan juga atas para imam mereka-mereka menyangka tentang Allah dengan persangkaan yang tidak benar lagi merupakan persangkaan jahiliyyah. Mereka mengklaim bahwa pada awalnya Allah menghendaki imamah bagi Abu Ja’far, tetapi wafat sebelum menjai seorang imam, maka saat itu Allah yang mAha Tinggi lagi Maha Kuasa baru mengetahui bahwa sang imam adalah Abu Muhammad, maka Allah pun memberlakukannya. Hal itu serupa di saat Allah berkeinginan untuk menjadikan Isma’il sebagai imam, kemudian (segala perlindungan hanya kepada Allah) muncullah pemikiran baru pada Allah, kemudian Dia merubah pandangan-Nya terdahulu dan menjadikan Musa al Kazhim sebagai imam kaum muslimin.
Demikianlah, mereka mengada-adakan kedustaan atas Allah hanya untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Sungguh kecelakaan (kehancuran) bagi mereka karena apa yang mereka sifatkan.
Mereka lupa-semoga Allah membinasakan mereka-bahwa hasil dari kedustaan-kedustaan mereka ini adalah penyandaran sifat bodoh kepada Allah al ‘Aliiim al Kabiir al Hakiim al Jaliil. Hal tersebut merupakan kekufuran yang nyata.
Al Kulini mnegutip dari Abu Hamzah ats Tsumali, dia mengatakan, “Aku mendengar Abu Ja’far mengatakan, “Wahai Tsabit,sesungguhnya Allah Ta’ala telah menentukan waktu atas perkara ini dalam tujuh puluh tahun. Namun ketika al Husain-shalawat Allah atasnya- terbunuh, sangat besar murka Allah bagi seluruh penduduk bumi hinga Allah mengakhirkannya sampai seratus empat puluh. Kemudian kami menceritakannya kepada kalian hingga kalian menyimak berita tersebut. Kemudian kalian menyingkap tirai penutup dan Allah tidak memberikan baginya waktu setelah itu di sisi kami.
يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).”
Abu Hamzah mengatakan, “Lalu aku menceritakan hal itu kepada Abu ‘abdillah dan beliau berkata, seperti itulah yang telah terjadi.”
Yang dimaksud dengan perkara ini dalam perkataannya adalah kemunculan al Mahdi. Maka kebathilan perkataan-perkataan mereka dan segala pengakuan mereka ini seluruhnya sangatlah jelas. Karena hal tersebut memberi konsekuensi adanya ‘aqidah al badaa’ (kami berlindung kepada Allah dari aqidah ini), yakni bahwa Allah keberadaannya adalah Dia tidak mengetahui segala sesuatu yang terjadi belakangan. Ketika segala sesuatu itu telah terjadi dan Allah telah mengetahuinya maka serta merta Allah merubah pandangan-Nya terdahulu dan memunculkan pandangan baru sesuai dengan kondisi dan keadaan yang baru. Penisbatan sifat ketidaktahuan bagi Allah adalah kekufuran yang jelas sebagaimana hal tersebut telah diterangkan pada tempatnya sendiri.
***HFD***






Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

KAJIAN BALAGHAH: JINAS

المشاكلة في البلاغة