Apakah lafad أيّ"” konjungsi senantiasa mu’rab, atau terkadang bisa mabni?

DIADARA S.I.
Orang- orang Kufah berpendapat bahwa lafad أيهم ketika ia bermakna الذي dan dihilangkan dhamir ‘aid konjungsinnya maka ia mu’rab sebagaimana perkataan Arab: لأضربن أيهم أفْضَلُ. Sedangkan orang-orang Basrah berpendapat bahwa ia mabni dengan dhamah. Dan mereka bersepakat bahwa disebut ‘aid bahwa ia merupakan mu’rab. Adapun perkata orang Arab لأضربن أيهم أفْضَلُ Khalil bin Ahmad berpendapat bahwa kata أيهم i’rabnya ialah marfu’ karena ibtida’ atau berada di awal kalimat, sedangkan kata أفْضَلُ merupakan khabar  yang menjadikan kata أيهم sebagai istifham. Perkataan tersebut ditakdirkan kepada : لأضربن الذي يقال له أيهم أفْضَل.
Adapun orang-orang Kufah memberikan hujah bahwa dalil yang menunjukan lafad أيهم itu mu’rab mansub dengan fi’il yang sebelumnya. Sebagaimana hal tersebut terdapat dalam kitab Allah dan perkataan orang Arab. Allah berfirman ثُمَّ لَنَنْزِعَنَّ مِنْ كُلِّ شِيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَنِ عِتِيًّا (Q.S. Maryam: 69) lafadz أيُّهم  tersebut dinasabkan berdasarkan qiraat Harun’al Qari’, Mu’adz al Haraa’i dan riwayat dari Ya’qub. Mereka juga mengatakan (orang Kufah) tidak diperbolehkan : bahwa qiraat masyhur dengan dhammah itu merupakan hujjah atau alasan bagi kalian (orang-orang Basrah)”, karena kami mengatakan: tidak ada alasan bagi kalian dalam qiraat ini, karena dhammah dalam qiraat tersebut merupakan dhammah ‘irab, dan bukan dhammah karena bina’, dengan demikian, maka bahwasannya lafad أيُّهم  dibaca marfu’ dikarenakan ia berkedudukan sebagai mubtada.
Sedangkan orang- orang Basrah berpendapat bahwa mereka mengatakan lafadz أيُّهم  mabni yang di sini mabni dengan dhammah. Hal tersebut dikarenakan qiyas menuntutnya menjadikan mabni disetiap keadaan, karena tempatnya berada pada kedudukan harf al jazaa dan istifham dan isim al mausul, sebagaimana mabninya kata من dan ما . oleh karena itu, disetiap keadaan kecuali mereka meng’irabkan lafadz أيُّهم  dibawa kepada hal yang setara dengannya yaiitu بعض , dan kepada kata antonimnya yaitu كلّ , maka hal tersebut menyalahi qiyas.  Maka tat kala terapat kekurangan di dalamnya yaitu dengan menghapus ‘aid maka hukumny menjadi dhaif atau lemah, dengan demikian lafadz tersebut harus dikembalikan kepada aslinya (bina’) atas apa yang dituntut qiyas.
Adapun jawaban dari perkataan orang- orang Kufah mengenai alasan mereka tentang qiraat yaitu barang siapa yang membaca ثُمَّ لَنَنْزعَنَّ مِنْ كلِّ شِيْعَةٍ أَيُّهُم أَشَّدُ) ) di sana dinasabkan menjadi أَيَّهُمْ , maka membaca lafadz tersebut dengan menasabkannya merupakan qiraat syadz atau cacat yang terjadi pada sebagian orang Arab, dan menurut mereka tidak ada yang menyalahi dari bahsa tersebut. Dan pada qiraat ini tidak terdapat pertentangan atau kesalahan; dan ketika terjadi kesalahan atau pertentangan pada bahasa yang fasih lagi masyhur atau terkenal, seperti qiraat yang terkenal yang dibaca oleh kaum Amshar أَيُّهُمْ dengan dhammah merupakan alasan bagi mereka (orang- orang Kufah).


Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Badi' علم البديع

المشاكلة في البلاغة

KAJIAN BALAGHAH: JINAS