Ketentuan ketentuan Memandikan Jenazah bag 2
Hfd
A. Boleh bagi orang Islam, memandikan kerabatnya yang kafir. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad. Sedangkan Malik berpendapat tak boleh.
B. Disukai supaya yang memandikan jenazah itu mewudhukan jenazah, menyugikan dan memasukan ujung jari ke dalam lubang telinganya dan membasuhnya sebagaimana disukai, menyisirkan janggut orang mati dengan sisir yang jarang giginya. Abu Hanifah tidak menyukai yang demikian.
C. Disukai supaya rambut wanita dijalin tiga jalinan dan diletakkan ke belakang. Abu Hanifah tidak menyukai demikian, hanya menyukai supaya rambut itu dibiarkan seperti keadaannya.
D. Orang hamil apabila meninggal sedang anaknya yang masih dalam perutnya hidup, hendaklah dibedah perutnya.
E. Anak gugur jika belum sampai 4 bulan, tidak dimandikan dan tidak disembahyangkan. Jika lahir sesudah 4 bulan dimandikan, tetapi tidak disembahyangkan, kalau belum nyata tanda tanda hidup. Mengenai bayi yang mati sebelum 4 bulan disepakati tidak dimandikan dan tidak disembahyangkan. Jika lahir sesudah 4 bulan , maka menurut Abu Hanifah dimandikan dan disembahyangkan, jika didapati ada tanda tanda hidup, seperti bersin dan gerak. Menurut Malik diperlukan gerak yang nyata yang sungguh- sungguh memberi keyakinan bahwa anak itu hidup. Kata Ahmad: dimandikan dan disembahyangkan.
F. Apabila lahir seseorang bayi dengan bersuara atau menangis disamakanlah hukumnya dengan orang dewasa. Hukum ini disepakati imam imam lain. Diriwayatkan dari Said bin Jubair, bahwa tidak disembahyangkan anak kecil yang meninggal sebelum baligh.
G. Orang yang memandikan jenazah tidak perlu berniat memandikan jenazah. Inilah yang lebih shalih dalam madzhab asy Syafi'i. Dan inilah yang difatwakan Abu Hanifah. Kata Malik: wajib yang memandikan itu berniat.
H. Apabila keluar sesuatu dari tubuh orang mati sesudah dimandikan wajiblah dibersihkan (dihilangkan yang ke luar itu saja). Pendapat ini disetujui abu Hanifah dan Malik.
I. Dibolehkan kita mencukuri bulu ari ari jenazah dan mencabut bulu ketiaknya dan mencukur misalnya kalau jenazah itu bukan muhrim (yang sedang ihram). Pendapat ini disetujui Syafi'i dalam qaul jadid dan disetujui juga oleh Ahmad. Sedangkan dalam qaul qadim syafii memakruhkannya, dan ini disetujui abu Hanifah dan Malik.
J. Orang Syahid yakni orang yang mati dalam memerangi orang kafir, tidak dimandikan. Hukum ini disepakati para imam.
K. Orang yang mati syahid tidak disembahkan, karena dia tidak memerlukan syafaat orang.
L. Orang yang mati dalam bernifas dimandikan dan disembahyangkan. Disepakati para imam Mujtahidin.
A. Boleh bagi orang Islam, memandikan kerabatnya yang kafir. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad. Sedangkan Malik berpendapat tak boleh.
B. Disukai supaya yang memandikan jenazah itu mewudhukan jenazah, menyugikan dan memasukan ujung jari ke dalam lubang telinganya dan membasuhnya sebagaimana disukai, menyisirkan janggut orang mati dengan sisir yang jarang giginya. Abu Hanifah tidak menyukai yang demikian.
C. Disukai supaya rambut wanita dijalin tiga jalinan dan diletakkan ke belakang. Abu Hanifah tidak menyukai demikian, hanya menyukai supaya rambut itu dibiarkan seperti keadaannya.
D. Orang hamil apabila meninggal sedang anaknya yang masih dalam perutnya hidup, hendaklah dibedah perutnya.
E. Anak gugur jika belum sampai 4 bulan, tidak dimandikan dan tidak disembahyangkan. Jika lahir sesudah 4 bulan dimandikan, tetapi tidak disembahyangkan, kalau belum nyata tanda tanda hidup. Mengenai bayi yang mati sebelum 4 bulan disepakati tidak dimandikan dan tidak disembahyangkan. Jika lahir sesudah 4 bulan , maka menurut Abu Hanifah dimandikan dan disembahyangkan, jika didapati ada tanda tanda hidup, seperti bersin dan gerak. Menurut Malik diperlukan gerak yang nyata yang sungguh- sungguh memberi keyakinan bahwa anak itu hidup. Kata Ahmad: dimandikan dan disembahyangkan.
F. Apabila lahir seseorang bayi dengan bersuara atau menangis disamakanlah hukumnya dengan orang dewasa. Hukum ini disepakati imam imam lain. Diriwayatkan dari Said bin Jubair, bahwa tidak disembahyangkan anak kecil yang meninggal sebelum baligh.
G. Orang yang memandikan jenazah tidak perlu berniat memandikan jenazah. Inilah yang lebih shalih dalam madzhab asy Syafi'i. Dan inilah yang difatwakan Abu Hanifah. Kata Malik: wajib yang memandikan itu berniat.
H. Apabila keluar sesuatu dari tubuh orang mati sesudah dimandikan wajiblah dibersihkan (dihilangkan yang ke luar itu saja). Pendapat ini disetujui abu Hanifah dan Malik.
I. Dibolehkan kita mencukuri bulu ari ari jenazah dan mencabut bulu ketiaknya dan mencukur misalnya kalau jenazah itu bukan muhrim (yang sedang ihram). Pendapat ini disetujui Syafi'i dalam qaul jadid dan disetujui juga oleh Ahmad. Sedangkan dalam qaul qadim syafii memakruhkannya, dan ini disetujui abu Hanifah dan Malik.
J. Orang Syahid yakni orang yang mati dalam memerangi orang kafir, tidak dimandikan. Hukum ini disepakati para imam.
K. Orang yang mati syahid tidak disembahkan, karena dia tidak memerlukan syafaat orang.
L. Orang yang mati dalam bernifas dimandikan dan disembahyangkan. Disepakati para imam Mujtahidin.
Comments
Post a Comment